REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel memuji keputusan presiden Guatemala, Jimmy Morales, yang mengikuti jejak Donald Trump dalam memindahkan kedutaan negaranya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Seperti dilansir The Guardian, Senin (25/12), Guatemala merupakan satu dari delapan negara yang menentang
resolusi PBB soal langkah Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Setelah berbicara dengan perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Morales menulis kepada orang-orang Guatemala di halaman Facebook-nya bahwa salah satu topik yang paling penting dalam pembicaraan mereka adalah kembalinya kedubes Guatemala ke Yerusalem.
"Untuk itulah saya memberi tahu Anda bahwa saya telah memberikan instruksi kepada kementerian luar negeri bahwa mereka dapat memulai koordinasi yang diperlukan untuk mewujudkannya," tulis Morales.
Langkah tersebut tampaknya tidak akan memiliki dampak signifikan, dalam diplomasi internasional atau seputar Israel.
Guatemala telah lama memiliki kerja sama keamanan yang erat dengan Israel termasuk menjadi pembeli senjata Israel.
Juru bicara kementerian luar negeri Israel Emmanuel Nahshon mengucapkan terima kasih kepada Guatemala atas keputusan penting tersebut. Kementerian luar negeri Israel pada Senin memuji persahabatan sejati dengan Guatemala. Wakil menteri untuk diplomasi, Michael Oren, juga memuji langkah tersebut.
"Viva Guatemala! Membutuhkan keberanian bagi negara adidaya untuk membela keadilan dan mengakui Yerusalem sebagai ibukota abadi Israel. Tapi dibutuhkan lebih banyak lagi nyali yang luar biasa untuk sebuah negara kecil melakukan itu, "tulis Oren di Twitter.
Ia mengatakan orang-orang Guatemala, orang-orang Israel tidak akan pernah melupakan dukungan dan keberanian pemimpin Guatemala. "Orang-orang Guatemala telah menunjukkan bahwa mereka tahu betul bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel! Saya menyambut baik keputusan mereka untuk membawa kedutaan mereka ke Yerusalem dan berterima kasih atas persahabatan mereka , "tambah presiden Israel Reuven Rivlin.
Guatemala menjadi negara pertama yang berjanji untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem sejak pengakuan Trump pada 6 Desember lalu. Trump juga akan memindahkan kedutaan besar mereka dari Tel Aviv.
Pada resolusi PBB, secara keseluruhan, 128 negara memilih untuk mempertahankan konsensus internasional bahwa status Yerusalem hanya dapat diputuskan melalui perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Hanya delapan negara yang menolak resolusi majelis umum PBB tersebut, di antaranya Guatemala dan Honduras. Kedua negara tersebut bergantung pada pendanaan AS untuk memperbaiki keamanan di wilayah mereka yang dikuasai kelompok geng.
Kedua negara itu, bersama dengan El Salvador, yang dikenal sebagai Segitiga Utara Amerika Tengah. Kekerasan, korupsi dan kemiskinan menjadikan mereka sumber utama migrasi ilegal ke AS. Morales, seperti Trump, adalah seorang tokoh televisi tanpa pengalaman politik yang nyata sebelum menjadi presiden Guatemala pada 2016. "Guatemala secara historis pro-Israel. Dalam 70 tahun hubungan, Israel telah menjadi sekutu kami," katanya dalam sebuah konferensi pers di Guatemala City.
Posisi Morales menjadi goyah dalam beberapa bulan terakhir karena tuduhan korupsi. Tuduhan itu sedang diselidiki secara khusus oleh badan PBB yang bekerja dengan jaksa Guatemala.
Trump mengubah kebijakan AS dengan menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya, sementara Palestina mengklaim sektor timur kota, yang direbut oleh Israel pada 1967 dan merupakan rumah bagi situs-situs keagamaa. Banyak pemerintah telah lama mengatakan bahwa nasib Yerusalem harus diselesaikan melalui negosiasi.
Pengumuman Trump telah memicu bentrokan antara warga Palestina dan pasukan keamanan Israel yang menyebabkan 12 orang Palestina tewas.