Rabu 27 Dec 2017 09:30 WIB

Brasil Usir Dubes Venezuela

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Venezuela Nicolas Maduro
Foto: Reuters
Presiden Venezuela Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Brasil menyatakan diplomat Venezuela paling senior di Brasil, Gerardo Delgado, sebagai persona non grata atau orang yang tidak dapat diterima.

Seperti dikutip BBC News, Rabu (27/12), langkah tersebut dilakukan beberapa hari setelah keputusan Venezuela mengusir duta besar Brazil di ibu kota Venezuela, Ruy Pereira.

Venezuela mengatakan, Brasil telah bertindak secara tidak sah dalam memberhentikan mantan presiden sayap kirinya, Dilma Rousseff. Pada Sabtu (23/12), Venezuela juga mengeluarkan dakwaan terhadap Kanada, dengan menuduhnya mencampuri urusan dalam negeri Venezuela.

Kementerian luar negeri Kanada membalas dendam pada Seninnya, dengan mengumumkan bahwa duta besar Wilmer Barrientos Fernandez, yang sudah berada di luar negeri, tidak diizinkan untuk kembali ke Kanada. Kuasa usaha Venezuela, Angel Herrera, juga diminta untuk pergi.

Hubungan Venezuela dengan Brasil telah memburuk sejak Presiden Michel Temer mulai menjabat tahun lalu. Ini menyusul pemecatan  presiden Brasil terdahulu Dilam Rousseff oleh Kongres atas penyimpangan fiskal.

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro menggambarkan pemakzulannya sebagai kudeta sayap kanan. Kepala Majelis Konstituen Venezuela yang berkuasa, Delcy Rodriguez, mengatakan pada Sabtu bahwa hubungan diplomatik dengan Brasil tidak akan dipulihkan, hingga pemerintah mengembalikan tatanan konstitusional yang telah dipecahkan secara efektif.

Pemerintah Brasil mengatakan, tindakan tersebut menunjukkan sekali lagi sifat otoriter pemerintahan Presiden Maduro. Brazil dan Kanada sama-sama menjadi kritik vokal dari Maduro. Mereka menuduh pemerintah sosialisnya melecehkan oposisi dan melanggar hak asasi manusia.

Kanada memberlakukan sanksi terhadap pejabat senior Venezuela beberapa bulan yang lalu. Kanada dan Brazil termasuk di antara banyak negara yang mengkritik keputusan Maduro untuk membentuk Majelis Konstituen, yang secara efektif menggantikan Majelis Nasional yang dikuasai oposisi.

Pengumuman tersebut memicu demonstrasi yang menewaskan lebih dari 120 orang dalam empat bulan. Pihak oposisi memboikot jajak pendapat tersebut pada Juli dan juga mengadakan referendum tidak resmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement