REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Tentara Turki akan mempekerjakan hampir 43 ribu personel baru pada 2018. Dilansir Aljazirah, Rabu (3/1), keputusan Turki menambah pasukan baru karena pemerintah telah memecat ribuan staf atas tuduhan kudeta Juli 2016.
Menurut media pemerintah Anadolu Agency, anggota baru tersebut akan melibatkan 3.755 petugas dan 5.375 staf yang tidak bertugas. Miiter juga akan mempekerjakan 13.213 sersan khusus dan 20.595 petugas kontrak.
Pejabat militer mengatakan sebanyak 8.565 personel telah dikeluarkan atas hubungannya dengan kelompok Gulen setelah kudeta yang gagal tersebut. Personel ini dilaporkan mencakup 150 jenderal, 4.630 petugas, 2.167 petugas non-komisioning, 1.210 sersan khusus dan tentara kontrak serta 411 pegawai negeri dan pekerja.
Selain itu, 16.409 mahasiswa militer telah dikeluarkan karena diduga memiliki kaitan dengan jaringan Gulen. Turki menuduh Fethullah Gulen, seorang ulama yang tinggal di Amerika Serikat dan kelompoknya mendalangi usaha kudeta yang menewaskan sekitar 300 orang dan menyebabkan pembersihan massal, termasuk di militer dan institusi negara lainnya.
Sejak Juli 2016, puluhan ribu orang, termasuk pegawai negeri dan petugas keamanan diskors atau diberhentikan dari pekerjaan mereka atau dipenjara. Pemerintah mengatakan pembersihan dan penahanan ditujukan untuk menyingkirkan pendukung Gulen dari institusi negara dan bagian masyarakat lainnya.
Kelompok hak asasi lokal dan internasional, serta sekutu Turki mengatakan penangkapan dan pembersihan itu merupakan tindakan sewenang-wenang. Mereka mengklaim pemerintah menggunakan usaha kudeta tersebut sebagai alasan untuk membungkam oposisi di negara tersebut.