REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron memimpin acara peringatan tiga tahun serangan terhadap majalah satir Charlie Hebdo pada Ahad (7/1). Ia membuka upacara penghormatan untuk 17 korban tewas di bekas gedung redaksi Charlie Hebdo.
Nama-nama korban dibacakan sebelum karangan bunga diletakkan di depan gedung perkantoran itu. Macron dan Walikota Paris Anne Hidalgo masing-masing meletakkan satu karangan bunga.
Upacara penghormatan kemudian dilanjutkan di lokasi kematian seorang polisi, yang ditembak mati dari jarak dekat oleh salah seorang pria bersenjata dalam serangan itu. Penghormatan serupa juga diadakan di sebuah toko tempat seorang pria bersenjata menewaskan empat orang.
Pada 7 Januari 2015, dua pria bersaudara yaitu Said dan Cherif Kouachi menyerang dan membunuh reporter dan ilustrator majalah mingguan Charlie Hebdo. Mereka membunuh 11 orang, termasuk para kartunis. Kedua kakak beradik itu kemudian tewas di tangan polisi dua hari kemudian.
Serangan di hari berikutnya menewaskan dua petugas polisi dan empat warga sipil. Pelaku ketiga yang diketahui bernama Amedy Coulibaly juga tewas ditembak polisi.
Charlie Hebdo kini tengah berjuang untuk membayar dana tagihan keamanan sebesar 1,32 juta dolar AS. Penjualan mereka merosot menjadi 30 ribu kopi setelah sempat melonjak sebanyak tujuh juta kopi pascaserangan 7 Januari 2015.
Ancaman pembunuhan masih terus membayangi majalah satir ini. Hal tersebut memaksa mereka untuk memasang sistem keamanan ketat dan mempekerjakan petugas keamanan selain meminta perlindungan polisi.
Dalam edisi terbaru mereka yang berjudul "Three years in a tin can", Direktur Publikasi dan pemegang saham utama Charlie Hebdo, Laurent Sourisseau, mengeluh majalahnya kini sedang berjuang untuk diri sendiri.
"Apakah normal bagi sebuah majalah di negara demokratis, satu dari setiap dua eksemplar yang terjual dibayarkan untuk biaya keamanan kantornya?" Tulis Riss.