REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Dukungan untuk membangun sebuah situs peringatan di Perth bagi korban hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 sudah siap direalisasikan, namun gagasan ini digagalkan sendiri oleh kerabat dari 239 penumpang dan awak pesawat. Pemerintah Australia Barat telah mengeluarkan sebuah lelang proyek untuk membangun tugu peringatan senilai 125 ribu dolar AS atau setara Rp 1,3 miliar di kawasan bergengsi di Perth yakni Elizabeth Quay pada Natal lalu.
Tapi keluarga korban MH370, di mana dua pertiga di antaranya adalah warga negara Cina, telah bersatu untuk mengajukan banding kepada Perdana Menteri Australia dan Pemerintah Australia Barat (WA) untuk menangguhkan gagasan tersebut. Mereka mengklaim proposal pembangunan situs peringatan itu terlalu cepat, berada di lokasi yang salah, dan yang lebih penting lagi tidak melibatkan proses konsultasi dengan mereka.
Jiang Hui (44 tahun) yang kehilangan ibunya di atas pesawat MH370 dan bertindak sebagai juru bicara keluarga korban Cina, mengatakan bahwa monumen itu membawa makna simbolis yang besar di Cina.
"Pembangunan monumen semacam itu biasanya terjadi hanya setelah masalah ini selesai, tapi sejauh ini kami tidak tahu dimana saudara kami berada dan di mana pesawat itu berada," katanya.
Sher Keen, presiden Aircrash Support Group Australia, sebuah organisasi yang mendukung korban kecelakaan udara dan keluarga mereka, mengirim sebuah surat yang memprotes gagasan pembangunan tugu peringatan peristiwa ini di Perth kepada Perdana Menteri Australia sebelum tahun baru lalu.
Sheer Keen mengatakan Perdana Menteri Malcolm Turnbull belum memberikan tanggapan dan keluarga korban menuntut jawaban. "Mereka tidak bisa melihat makna dalam menempatkan sebuah tugu peringatan di sana dan menempatkan sebuah tugu peringatan di sana sekarang," kata Sheer Keen.
Perusahaan Texas akan melanjutkan pencarian MH370
Sebuah pencarian baru untuk menemukan reruntuhan pesawat MH370, yang hilang di atas Samudera Hindia selatan pada Maret 2014 dimulai Rabu (10/1). Alih-alih dilakukan oleh Pemerintah Cina, Malaysia atau Australia, pencarian baru itu akan dilakukan oleh Ocean Infinity, sebuah perusahaan asal Texas, AS, yang memiliki spesialisasi pencarian laut dengan menggunakan delapan drone bawah laut.
Ocean Infinity dilaporkan akan menandatangani kontrak pada hari Rabu (10/1) untuk menerima pembayaran hingga 90 juta dolar AS (Rp 945 miliar) jika berhasil menemukan reruntuhan pesawat MH370 dalam waktu 90 hari. "Jika kami dapat menemukan lokasi spesifik pesawat MH370 dalam operasi pencarian berikutnya, saya yakin ketiga pemerintah dapat memberikan dukungan yang sangat kuat," kata Jiang.
Jiang berharap penolakan dukungan untuk tugu peringatan tragedi pesawat MH370 di Perth tidak dianggap sebagai hal yang tidak sopan, namun hanya sekadar mengingatkan kalau MH370 bukan hanya kasus pesewat yang hilang. Dia mengatakan sebuah janji yang dibuat oleh mantan Perdana Menteri Tony Abbott pada Mei 2014 saat wawancara dengan media Pemerintah Cina CCTV harus dijunjung tinggi.
"Tony Abbott menjelaskan rencana membangun sebuah monumen akan melibatkan tiga Pemerintah yakni Cina, Malaysia dan Australia dan keluarga korban yang digarap dengan konsultasi komprehensif. Saya harap Pemerintah Australia akan mematuhi janji pejabat tersebut," katanya.
ABC telah menghubungi kantor Wakil Perdana Menteri Australia, Barnaby Joyce, dan juga Menteri utama Australia Barat (WA) untuk memberikan komentar.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.