REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Badan intelijen domestik Australia (ASIO) telah memperingatkan skala dan ancaman spionase asing saat ini lebih besar daripada saat Perang Dingin.
Poin utama
Peringatan itu muncul di saat perusahaan media, pengacara, gereja, badan amal dan kelompok kemanusiaan menyampaikan kekhawatiran mereka akan kelayakan yang ditimbulkan dan konsekuensi yang tidak diinginkan. Kelompok-kelompok ini berpendapat undang-undang tersebut terlalu luas dan akan membuat pekerjaan mereka bisa dikriminalisasi secara sah.
Pemerintah Australia telah menepis beberapa kekhawatiran ini, menekankan badan intelijen dan penegak hukum memerlukan lebih banyak kekuatan hukum. Vickery mengatakan ancaman tersebut belum pernah terjadi sebelumnya dan lebih sulit untuk dideteksi.
"Selama Perang Dingin, musuh kita mudah dikenali, itu adalah Blok Timur, Rusia dan Jerman Timur misalnya. Dalam situasi saat ini, kita menghadapi kumpulan berbagai negara yang berusaha melakukan spionase dan campur tangan asing. Ini jauh lebih kabur dalam arti tertentu, ada lebih banyak aktor negara di luar sana daripada pada saat itu. Meski jelas itu merupakan saat yang sangat sibuk dalam periode sejarah, penilaian kami adalah hal itu tidak berada pada skala yang kita alami saat ini," kata Vickery.
Vickery mengatakan, ada konsepsi palsu spionase asing sudah tidak umum lagi. "Kami memiliki contoh di mana seseorang membudidayakan dan merekrut seorang pejabat Australia. Kami tahu beberapa musuh intelijen asing kami tak hanya merekrut pejabat Australia dalam lingkup layanan publik, tapi juga berusaha merekrut dan mengorbitkan pejabat publik - dengan kata lain, politikus," ujarnya.
Pemerintah bantah kekhawatiran media
Jaksa Agung Australia Christian Porter mengatakan perusahaan media membuat klaim sensasional tentang undang-undang yang tengah diajukan tersebut. Lebih dari selusin perusahaan media Australia -termasuk ABC, Fairfax dan News Corp -mengatakan kepada Pemerintah mereka tak bisa mendukung RUU tersebut kecuali jika pengecualian diberlakukan untuk wartawan.
Mereka mengatakan wartawan bisa diadili hanya karena menerima informasi rahasia, daripada mendistribusikannya. Porter mengatakan ada perlindungan untuk memastikan hal itu tidak terjadi.
"Saya pikir itu dibuat sensasional dan saya rasa itu tidak akurat," kata Porter.
Para Uskup di Australia juga khawatir undang-undang tersebut bisa memaksa umat Katolik untuk mendaftar sebagai agen Vatikan. Asisten sekretaris Departemen Kejaksaan Australia, Anna Harmer, mengatakan undang-undang tersebut telah disalahpahami dan bisa diklarifikasi.
"Mungkin ada pertanyaan tentang apakah penyusunan dari pengecualian agama bisa dipertimbangkan untuk melihat beberapa masalah yang disampaikan dalam pengajuan," sebutnya.
Partai Buruh ajukan perubahan
Jaksa Agung Bayangan dari Oposisi, Mark Dreyfus memberi isyarat Partai Buruh akan menuntut perubahan signifikan pada undang-undang tersebut yang belum diperdebatkan di Parlemen. "Kami belum yakin dan kekhawatiran yang diungkapkan kemarin menunjukkan Pemerintah belum memenuhi benar keinginan yang dibutuhkan oleh rancangan undang-undang ini," kata Dreyfus.
Namun kepala Komite Intelijen dan Keamanan Parlemen mengatakan ia tidak yakin perlu ada perlindungan lebih lanjut untuk jurnalis, badan amal dan kelompok agama. "Pada akhirnya, undang-undang tersebut berusaha melindungi Australia dan kepentingannya dan saya pikir jika Anda ingin membangun Australia dan tidak melemahkannya sebagai warga negara Australia, maka Anda seharusnya tidak khawatir," ujarnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.