Kamis 01 Mar 2018 14:11 WIB

Badan Intelijen Ungkap Percobaan Pembunuhan Ratu Elizabeth

Percobaan pembunuhan terhadap Ratu Inggris ini akan dilakukan oleh seorang remaja.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nidia Zuraya
Ratu Elizabeth
Foto: EPA
Ratu Elizabeth

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Badan intelejen Selandia Baru menugungkapkan adanya percobaan pembunuhan pada Ratu Elizabeth II yang dilakukan pada 1981 silam. Perbuatan itu ingin dilakukan saat kepala negara Inggris tersebut mengunjungi kawasan paling selatan Selandia Baru, Dunedin.

Berdasarkan dokumen yang dirilis Badan Keamanan Intelejen Selandia Baru (SIS) menunjukan jika percobaan pembunuhan itu hendak dilakukan oleh pemuda berusia 17 tahun. Adalah Christopher Lewis yang melakukan penembakan terhadap ratu Elizabeth II saat dia keluar dari mobil untuk menghadiri pameran science pada 14 Oktober.

Saat itu, Ratu Elizabeth II tengah mengadakan tur keseluruh negara persemakmuran Inggris. Selandia Baru menjadi negara kedelapa yang dikunjungi ratu yang saat ini berusia 91 tahun tersebut.

Kemunculan tembakan tentu tak masuk dalam agenda acara kunjungan Ratu Kerajaan Inggris di negara tersebut. Beruntung bagi sang ratu tembakan Lewis meleset.

Merujuk dokumen tersebut, Lewis terbukti mencoba melakukan pmebunuhan terencana terhadap ratu. Bagaimanapun, pembunuhan gagal dilakukan lantaran pelaku tidak memiliki sudut pandang yang baik saat melepaskan tembakan. Pelaku juga tidak memiliki senjata api dengan kekuatan yang cukup untuk ditembakan dari jarak jauh.

Suara tembakan yang dilontarkan senajta Lewis memang terdengar oleh warga atau reporter yang melihat langsung kedatangan sang ratu. Meski demikian, kepolisian lantas mengonfirmasi jika suara itu berasal dari papan pemberitahuan yang terjatuh atau letupan pembakaran mobil.

Kendati, otoritas setempat langsung melakukan penyelidikan kasus tersebut secara rahasia. Berdasarkan isi dokumen, sebagian besar warga dan jurnalis mungkin menganggap suara tersebut berasal dari letupan kembang api.

Setelah diselidiki lebih lanjut, dokumen tersebut mengatakan jika Lewis merupakan pemuda yang mengalami gangguan mental. Meski terbukti melakukan penembakan, otoritas tidak memberikan dakwaan percobaan pembunuhan atau penghianatan kepada pelaku.

Alih-alih, Lewis justru dituntut atas tuduhan pelanggaran hukum dan kepemilikikan benda berbahaya. Polisi kemudian melucuti senjata pelaku. Dokumen tersebut mengatakan, hal itu terpaksa dilakukan untuk menghindari rasa malu yang akan didapat setelah gagal mengamankan kunjungan kenegaraan kerajaan.

Negara juga takut jika kabar menyebar luas maka tidak akan pernah ada lagi anggota Kerajaan Inggris yang mau mengunjungi Selandia Baru. Kasus lantas ditutupi agar tidak menjadi perbincangan publik.

Akibat peristiwa tersebut, Lewis mendapat pengawasan ketat dari aparat saat ratu kembali mengunjungi Selandia Baru pada 1986. Dokumen menyebutkan, aparat khawatir Lewis akan kembali menjadi ancaman terhadap keselamatan Ratu Elizabeth II.

Badan intelejen Selandia Baru lantas memerintahkan kepolisian untuk menjaga ketat Lewis. Komisaris kepolisian setempat juga memerintahkan agar berkas kasus Lewis kembali diperiksa.

Lebih dari satu dekade kemudian, Lewis didakwa atas tuduhan pembunuhan brutal terhadap seorang ibu di Auckland dan penculikan bayi perempuannya. Meksi sang bayi kemudian ditinggalkan pada sebuah gereja tak jauh dari lokasi kejadian.

Menurut beberapa laporan berita saat itu, Lewis menyetrum dirinya sendiri saat berada di penjara pada 1997 saat menunggu peradilan atas kasus pembunuhan tersebut. Pria itu tewas dalam suai 33 tahun. Meski demikian, Lewis menyanggah tuduhan pembunuhan yang ditujukan kepada dirinya dalam sebuah catatan yang ditinggalkan sebelum bunuh diri.

Selandia Baru mendapatkan kemerdekaan dari Inggris pada 1947 selim. Namun pemerintah setempat tetap mempertahankan Ratu sebagai kepala konstitusional dan kepala negara.

Ratu Elizabeth II diketahui telah 10 kali mengunjungi Selandia baru dalam berbagai kunjungan kenegaraan. Terakhir ratu datang ke negara tersebut pada 2002 lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement