Selasa 27 Mar 2018 00:50 WIB

Kongo Tolak Donasi Asing untuk Pemilu

AS dan Uni Eropa menyampaikan kekhawatiran terkait penggunaan mesin pemungutan suara.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Republik Demokrat Kongo
Foto: peacecorps.gov
Republik Demokrat Kongo

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Republik Demokratik Kongo menyatakan akan menolak bantuan asing yang berniat membantu pemilihan umum presiden yang telah lama tertunda di sana. Hal itu untuk menghindarkan potensi campur tangan asing.

AS dan Uni Eropa (UE) telah menyampaikan kekhawatiran mereka terkait rencana Komisi Pilihan Umum Republik Demokratik Kongo yang akan menggunakan 100 ribu mesin pemungutan suara. Sebab, sistemya belum teruji dan rawan kecurangan.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengingatkan otoritas Republik Demokratik Kongo untuk menggunakan kertas pemilihan biasa atau membiarkan AS untuk membantu jika memang tetap ingin menggunakan mesin. Para donor sendiri tengah menunggu keputusan akhir otoritas soal bagaimana pemilu di sana akan digelar.

Juru Bicara Pemerintah Republik Demokratik Kongo, Lambert Mende, mengatakan, negara donor mensyaratkan hal yang dinilai bisa mengintervensi pemerintahan. Karena itu, Pemerintah Republik Demokratik Kongo menyarankan agar negara-negara donor membantu di sektor lain yang lebih langsung terasa manfaatnya seperti layanan kesehatan dan pendidikan.

''Tidak ada negara yang mau menerima intervensi negara lain dalam pemerintahannya,'' kata Mende seperti dikutip Reuters, Senin (26/3).

Mende mengatakan, penolakan itu karena Pemerintah Republik Demokratik Kongo cukup yakin dengan membaiknya ekonomi mereka setelah harga komoditas pertambangan dunia mulai naik. Negara ini merupakan pemasok kobalt terbesar dunia dan menjadi negara produsen tembaga terbesar di Afrika. Pertambangan berkontribusi setidaknya 36 persen terhadap pendapatan migas Republik Demokratik Kongo.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Demokratik Kongo, Corneille Nangaa, mengaku sudah mendengar kabar penolakan pemerintahnya terhadap bantuan asing. Namun Nangaa menolak berkomentar.

Pemilu Presiden Republik Demokratik Kongo yang harusnya digelar pada 23 Desember lalu sudah berulang kali ditunda sejak Joseph Kabila menolak untuk mundur di akhir masa jabatannya pada 2016 lalu. Pemerintah beralasan penundaan Pemilu Presiden ini terkendala dana.

Ketidakjelasan dan kabar Kabila akan menggubah konstitusi Republik Demokratik Kongo dengan menghapuskan masa jabatan presiden sehingga memungkinkannya untuk maju untuk ke tiga kalinya, menuai protes keras dari warga. Mereka menggelar demonstrasi besar yang bahkan menelan puluhan korban jiwa.

PBB sudah meminta komunitas internasional untuk berdonasi sebesar 123 juta dolar AS (Rp 1,7 triliun) untuk membantu pelaksanaan Pemilu Presiden Republik Demokratik Kongo, termasuk pemilu kepada daerah dan anggota legislatif dalam dua tahun ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement