REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengumumkan pembubaran parlemen pada Jumat (6/4). Pembubaran parlemen ini membuka jalan bagi terlaksananya pemilihan umum.
"Raja telah mengizinkan parlemen dibubarkan efektif Sabtu, 7 April," kata Najib dalam pengumuman khusus di televisi pemerintah pada Jumat (6/4).
Pemilihan umum harus diadakan dalam waktu 60 hari sejak pembubaran parlemen. Komisi Pemilihan diperkirakan akan segera mengadakan pertemuan untuk mengumumkan tanggal pemungutan suara.
Ini akan menjalani pemilu yang sulit bagi Najib (64 tahun). Ia dihadapkan pada skandal korupsi dana negara. Najib juga harus mampu memberi kemenangan bagi koalisi Barisan Nasional (BN) ditengah kritik masyarakat karena adanya kenaikan harga.
Pada pemilu kali ini Najib juga dihadapkan oleh mantan mentornya Mahathir Mohamad. Najib diperkirakan akan mempertahankan kekuasaan karena keretakan di jajaran oposisi antara blok Mahathir dan Partai Islam Pan-Malaysia. Tetapi para analis memprediksi Mahathir tidak akan membuat Najib menang dengan mudah.
"Jika kemenangan diberikan kepada BN, kami berjanji melakukan yang terbaik, untuk melakukan transformasi negara yang lebih besar, lebih inklusif dan lebih komprehensif," kata Najib.
Pengumuman Najib datang di saat Malaysia mengalami pertumbuhan ekonomi. Ini didukung oleh pemulihan harga minyak mentah global dan peningkatan investasi perdagangan dan infrastruktur dari mitra dagang terbesar Malaysia, Cina. Mahathir mengatakan pada konferensi pers setelah pengumuman Najib, pemilu kali ini akan terlaksana dengan tidak adil.
"Jika Najib memenangkan pemilihan ini melalui trik dan kecurangannya, maka kita dapat mengatakan selamat tinggal kepada demokrasi," kata Mahathir kepada wartawan.
Najib menolak tuntutan mundur pada pertengahan 2015 menyusul laporan salah urus keuangan pada dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Ini termasuk dana sebesar 681 juta dolar AS yang disetorkan ke rekening pribadinya.
Najib telah membantah melakukan kesalahan terkait 1MDB. Tetapi skandal itu telah menimbulkan keretakan antara Najib dan Mahathir, yang telah menjadi pengkritik paling keras Najib.
Mahathir akan menggandeng mantan deputinya dan pemimpin oposisi yang dipenjara, Anwar Ibrahim untuk mengalahkan Najib. Ini akan mengakhiri perseteruan sengit yang telah membentuk narasi politik negara itu selama dua dekade.
Partai Organisasi Nasional Islam Malaysia (UMNO) Najib telah berkuasa sejak kemerdekaan Malaysia pada 1957. Koalisi kehilangan suara populer dalam pemilu terakhir, pada 2013. Tetapi Najib memegang kekuasaan dengan mayoritas yang lebih kecil di parlemen. Malaysia memiliki sistem pemilu yang didasarkan pada jumlah kursi yang dimenangkan, bukan suara populer.
Bahkan jika koalisi Najib mempertahankan kekuasaan, kemenangan yang rendah dapat menyebabkan tantangan internal terhadapnya. Pendahulunya, Abdullah Ahmad Badawi, harus mundur setelah koalisi kehilangan mayoritas dua pertiga di parlemen 222 kursi untuk pertama kalinya pada 2008.