REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Pemeriksa dari badan dunia pengawas senjata kimia segera dikirim ke kota Douma di Suriah untuk menyelidiki laporan tentang dugaan serangan kimia, yang disebut menewaskan sekitar 60 orang. OPCW (Badan Pelarangan Senjata Kimia) mengungkapkan itu dalam pernyataan Selasa (10/4).
Suriah diminta "membuat pengaturan, yang diperlukan, terkait kedatangan tersebut," kata OPCW (Badan Pelarangan Senjata Kimia). "Itu bertepatan dengan permintaan Republik Arab Suriah dan Federasi Rusia agar penyelidikan dilakukan terhadap dugaan penggunaan senjata kimia di Douma. Tim sedang bersiap-siap untuk segera dikirim ke Suriah," katanya.
Dugaan serangan senjata kimia pada Sabtu malam mencederai lebih dari 1.000 orang di berbagai tempat di Douma, kota di dekat ibu kota negara tersebut, Damaskus, kata Persatuan Organisasi Layanan Medis.
Pemerintah Suriah dan pendukungnya, Rusia, membantah terjadi penggunaan senjata kimia.
Sejumlah dokter dan saksi mata mengatakan bahwa para korban menunjukkan gejala-gejala terkena racun, kemungkinan zat saraf, dan melaporkan bahwa mereka mencium bau gas klorin.
OPCW memiliki mandat untuk menyelidiki serangan-serangan senjata kimia di Suriah. Misi pencari fakta yang dijalankannya akan menentukan apakah senjata-senjata terlarang telah digunakan namun tidak akan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas penggunaan senjata terlarang.
Amerika Serikat pada Selasa akan membawa rancangan resolusi ke ajang pemungutan suara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. Rancangan resolusi itu berisi permintaan pembentukan penyelidikan baru untuk mengetahui pihak-pihak yang berada di balik penggunaan senjata kimia secara sistematis di dalam konflik Suriah.
Sejumlah diplomat mengatakan resolusi itu kemungkinan ditolak Rusia, yang menghadang upaya serupa pada masa lalu.