Senin 30 Apr 2018 08:39 WIB

Seribu Orang Berunjuk Rasa di Chiang Mai

Unjuk rasa itu adalah yang terbesar sejak tentara mengambil alih kekuasaan pada 2014.

Bendera Thailand
Foto: blogspot.com
Bendera Thailand

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Lebih dari seribu orang berkumpul di kota Chiang Mai, Thailand utara, Ahad (29/4), untuk menentang pembangunan perumahan mewah oleh pemerintah di lahan berhutan. Unjuk rasa itu adalah salah satu yang terbesar sejak tentara Thailand mengambil alih kekuasaan sesudah kudeta pada 2014.

Penguasa itu memberlakukan larangan pertemuan umum lebih dari lima orang dan sebagian besar telah mengekang kebebasan berpendapat melalui berbagai perintah, Ia juga menggunakan tentara dan polisi untuk menghalangi pertemuan umum.

Gambar udara pembangunan perumahan untuk hakim, yang beredar di medan gaul beberapa bulan belakangan, menunjukkan pembangunan merusak kaki bukit berhutan di pegunungan Doi Suthep, Chiang Mai, yang memicu kemarahan warga. Polisi memperkirakan lebih dari seribu orang mengikuti unjuk rasa, yang dikatakan berlangsung secara teratur.

"Sekitar 1.250 orang mengambil bagian dalam unjuk rasa itu. Pengunjuk rasa memusatkan perhatian pada masalah lingkungan, bukan politik, dan mereka membersihkan jalan sesudahnya," kata Kolonel Polisi Paisan, wakil komandan kepolisian Chiang Mai.

Ia menyatakan panitianya membuat permintaan tepat untuk pertemuan itu sebelumnya dan unjuk rasa tersebut diizinkan untuk diadakan. Pengunjuk rasa, banyak yang memakai pita hijau, menuntut pemerintah menghancurkan bangunan baru itu, yang merambah gunung Doi Suthep, dengan menyatakan pemerintah harus mematuhinya dalam tujuh hari atau menghadapi lebih banyak unjuk rasa.

Pejabat umum membela kegiatan itu, dengan menunjukkan pembangunan tersebut sah dan berada di tanah milik negara, yang tidak masuk ke taman nasional, yang mencakup gunung itu. Pejabat juga menyatakan pengunjuk rasa dapat menghadapi tindakan hukum jika perumahan itu dihancurkan dan perumahan tersebut harus dapat digunakan untuk 10 tahun sebelum warga dapat menilai kembali dampak lingkungannya.

Pembangunan itu dimulai pada 2015 dan menghadapi penentangan dari kelompok lingkungan setempat, yang menganggap gunung itu suci bagi Chiang Mai dan menjadi "paru-paru alam" untuk kota terbesar di utara tersebut.

Pemerintahan tentara, yang berjanji mengadakan pemilihan umum pada tahun depan, menghadapi semakin banyak tentangan masyarakat dalam beberapa bulan belakangan, termasuk unjuk rasa mendukung demokrasi di Bangkok pada bulan lalu, yang menuntut tentara menarik dukungan kepada penguasa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement