Jumat 11 May 2018 08:20 WIB

Ini Isi Pembicaraan Jokowi dan Mahathir

Presiden memberikan apresiasi atas pelaksanaan pemungutan suara.

 Aliansi partai oposisi yang dipimpin Mahathir Mohamad berhasil memenangkan pemilihan umum Malaysia, yang hasil resminya diumumkan pada Kamis (10/5).
Foto: AP/Andy Wong
Aliansi partai oposisi yang dipimpin Mahathir Mohamad berhasil memenangkan pemilihan umum Malaysia, yang hasil resminya diumumkan pada Kamis (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID,   JAKARTA  -- Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad melalui pembicaraan salutaran telepon pada Kamis (10/5) pukul 21.55 WIB.

 

"Saya mengucapkan selamat atas kemenangan Pekatan Harapan pada Pilihan Raya Umum ke-14 kemarin," kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin. 

 

Presiden Jokowi juga memberikan apresiasi atas pelaksanaan pemungutan suara yang berjalan lancar dan aman. "Saya senang mendengar proses demokrasi berjalan lancar dan aman," kata Kepala Negara. 

 

Baca juga,  Mahathir Cetak Sejarah Sebagai Perdana Menteri Tertua. 

 

Dalam percakapan tersebut, Presiden Jokowi meyakini hubungan kedua negara akan semakin baik. "Sebagai negara serumpun saya percaya di bawah kepemimpinan Bapak Mahathir, hubungan antarkedua bangsa akan terus meningkat," katanya.

 

Kepala Negara juga berharap Mahathir yang telah berusia 92 tahun terus diberikan kesehatan untuk menjalankan amanah rakyat Malaysia dalam memimpin pemerintahan. 

 

Mahathir resmi menjabat kembali sebagai Perdana Menteri Malaysia setelah mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Damansara, Malaysia, pada Kamis (10/5) malam. Mahathir sebelumnya pernah menjabat Perdana Menteri Malaysia dalam kurun 1981 hingga 2003. 

 

Ooi Kee Beng, direktur eksekutif Penang Institute, sebuah think thank yang didanai Pemerintah Negara Bagian Penang, menilai kekalahan koalisi BN tak lepas dari sosok pemimpin UMNO, Najib Razak. "Ia merupakan jantung dan jiwa koalisi," ujar Ooi dalam analisisnya di Channel News Asia, kemarin.

 

Menurut Ooi, kesalahan Najib sudah tampak jauh sebelum menjadi PM pada 2009. Saat itu, dia diduga mengudeta Abdullah Badawi. Masa jabatan Najib pun terus terganggu oleh sejumlah skandal serius, seperti pembunuhan model Mongolia Altantuya Shaariibuu dan kasus korupsi 1MDB yang diselidiki Amerika Serikat (AS), Swiss, dan Singapura.

 

Hasil Pemilihan Umum 2013 juga menunjukkan ia gagal memenangkan suara Komunitas Tionghoa Malaysia. Menurut Ooi, setelah itu, Najib pun mengincar elemen yang lebih ekstrem di antara Melayu dan Islamis.

 

"Modus operandi itu tampaknya berhasil dan menyebabkan Pakatan Rakyat kalah. Namun, proses manipulasi politik tanpa akhir itu telah membawa pemain baru tapi lama, yaitu Mahathir," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement