REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Mesir menilai kepindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dari Tel Aviv ke Yerusalem akan menyebakan ketidakstabilan di kawasan. Masalah tersebut juga akan menimbulkan reaksi negatif pada opini publik Arab dan Islam.
"Saya mendesak Israel untuk memahami reaksi yang dikeluarkan Palestina karena memiliki hak terkait masalah ini dan mereka bergerak atas kepentingan nyawa warga Palestina," kata Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, Kamis (17/5).
Mesir merupakan salah satu negara yang menjadi mediator perdamaian antara Palestina dan Israel. Komentar tersebut sekaligus menjadi pernyataan perdana Mesir terkait pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina.
Al-Sisi juga mengecam pembunuhan massal yang dilakukan Israel terhadap demonstran. Aksi protes dilakukan guna menolak kepindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem. Namun, al-Sisi enggan melontarkan kritik terkait dipindahkannya kedutaan tersebut.
Kendati, dia meminta dunia internasional untuk menyelesaikan konflik yang terjadi secara damai. Hal serupa, dia melanjutkan, juga perlu dilakukan di daerah konflik lainnya, seperti Irak, Suriah, dan Yaman.
"Kawasan itu sudah tidak bisa bertahan jika ditambahkan perang yang lain," kata Abdel Fattah al-Sisi.
Al-Sisi menyatakan bahwa Mesir memiliki peran untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dia mengatakan, Mesir akan menghubungi kedua belah pihak yang bertikai agar pertumpahan darah bisa dihentikan.