REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Badan amal War on Want yang berbasis di Inggris mengatakan Pemerintah Inggris telah terlibat dalam kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap demonstran Palestina di perbatasan Gaza. Hal ini terjadi karena Inggris terus melakukan penjualan senjata ke Israel.
War on Want meminta pemerintah Inggris untuk menghentikan dukungan materialnya terhadap kejahatan perang yang terjadi di luar negeri. "Lebih dari 50 anggota parlemen telah menyerukan Inggris untuk menangguhkan ekspor senjata ke Israel, mewakili pandangan lebih dari 5.000 orang yang telah meminta mereka untuk melakukannya," ujar pejabat senior War on Want Ryvka Barnard kepada The Independent, Senin (18/6).
"Entah itu senjata Inggris yang digunakan oleh Arab Saudi di Yaman, atau yang digunakan oleh Israel dalam kejahatan perang terhadap Palestina, pemerintah Inggris sangat terlibat dalam beberapa kekerasan negara yang paling dahsyat di zaman kita," tambah dia.
"Inggris harus menerapkan pedoman ekspornya sendiri, dan menghentikan dukungan materialnya untuk kejahatan perang di luar negeri," tegasnya.
Sebagai tanggapan, seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Inggris mengatakan Pemerintah Inggris telah bertanggung jawab terhadap ekspor pertahanannya dengan sangat serius. Inggris juga mengoperasikan beberapa kontrol ekspor yang paling ketat di dunia.
“Kami hanya menyetujui peralatan yang akan digunakan untuk pertahanan diri Israel secara sah dan hal itu konsisten dengan Consolidated EU and National Arms Export Licensing Criteria dan komitmen terkait lainnya," ujar juru bicara tersebut.
Lebih dari 120 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 3.800 lainnya terluka oleh tembakan tentara Israel sejak aksi protes mingguan digelar di sepanjang perbatasan Israel-Gaza sejak 30 Maret lalu. Inggris memilih abstain dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB untuk mengeluarkan resolusi terbaru untuk Palestina. Resolusi itu mengutuk penggunaan kekuatan berlebihan, tidak proporsional, dan tidak pandang bulu oleh tentara Israel terhadap para demonstran Palestina.
“Dengan tidak menggunakan hak suara ini, pemerintah Inggris sekali lagi menolak berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia di Palestina setelah mereka ditargetkan dengan militer Israel yang brutal dan melanggar hukum," kata Barnard.
“Tapi jangan salah, Inggris tidak duduk diam dan bersikap netral. Ketika dunia menyerukan agar serangan terhadap warga Palestina segera berakhir, pemerintah Inggris justru terus menyetujui ekspor senjata ke Israel, sehingga mereka juga terlibat dalam kekerasan," papar dia.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi itu dengan mendapatkan 120 suara dukungan, delapan suara menentang, dan 45 abstain. Resolusi tersebut mengecam penggunaan amunisi hidup terhadap para pengunjuk rasa sipil, termasuk anak-anak, serta personil medis dan jurnalis. Resolusi juga menggarisbawahi keprihatinan besar pada hilangnya nyawa orang-orang yang tak berdosa.