REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi kesehatan Dunia (WHO) menyebut wabah ebola mematikan di Republik Demokratik Kongo berpotensi meluas. WHO memperingatkan hal itu karena adanya tujuh lagi laporan kasus terjadi di negara itu.
Penanggung jawab atas tanggap darurat di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Peter Salama dilansir di Arab News, Rabu (23/5) memperkirakan apabila tak ada kontrol terhadap wabah tersebut, maka ebola bisa meluas ke kawasan perkotaan. Ia menjabarkan, berdasarkan laporan terdapat 58 kasus sejak wabah itu diumumkan pada 8 Mei lalu.
Terdapat peningkatan tujuh kasus beberapa hari lalu. Dari jumlah korban, sebanyak 27 pasien meninggal dunia.
Ebola merupakan salah satu kasus yang paling terkenal di dunia. Ebola adalah demam berdarah yang disebabkan oleh virus. Pada kasus-kasus ekstrem, ebola menyebabkan pendarahan fatal di organ dalam, mulut, mata, atau telinga.
Wabah tersebut dimulai di RD Kongo barat laut di sebuah lokasi terpencil bernama Bikoro. Pada Kamis (17/5) lalu, daerah Mbandaka melaporkan adanya kasus ebola pertama. Mbandaka adalah daerah yang dihuni sekitar 1,2 juta orang. Daerah itu merupakan lokasi pusat transportasi ke Brazzaville dan Kinshasa hilir, dan ke Bangui di hulu.
"Kasus perkotaan berarti bisa menyebar dengan cepat. Itu adalah tantangan lain," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Menurut dia, perlu ada perhatian serius terhadap kasus di Mbandaka. Sebab, ia khawatir, aliran sungai yang mengalir melewati daerah itu berpotensi membawa virus ke negara bagian lainnya. "(Antardaerah) mereka terhubung, (virus) mereka sangat dekat, dan itu adalah tantangan lain yang membuat masalah menjadi sangat serius," ujar dia. Ia prihatin sebanyak lima dari tujuh korban adalah petugas kesehatan yang terinfeksi.
Pada saat yang sama, pejabat tinggi WHO dan duta besar DRC untuk PBB di Jenewa Zenon Mukongo Ngay menekankan perlunya upaya besar-besaran untuk menghentikan wabah ebola. Sejak dua pekan usai wabah ebola diumumkan, dibentuk fasilitas perawatan klinis, jembatan udara untuk Bikoro, pembiayaan darurat telah dimobilisasi, peralatan pelindung, dan peralatan medis darurat disediakan. Selain itu, kampanye vaksinasi telah dimulai dan lebih dari 120 staf WHO diturunkan dari organisasi lain di bawah pimpinan pemerintah DRC.