Jumat 22 Jun 2018 13:16 WIB

Korut-Korsel Pertemukan Keluarga Terpisah di Perang Korea

Tujuannya meningkatkan hubungan kedua Korea.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Ye Hae Su (kanan) dari Korea Utara memeluk kerabatnya dari Korea Utara dalam Pertemuan Reuni Keluarga yang Terpisah di resor Diamond Mountain di Korea Utara, Kamis, 22 Oktober 2015.
Foto: Korea Pool Photo via AP
Ye Hae Su (kanan) dari Korea Utara memeluk kerabatnya dari Korea Utara dalam Pertemuan Reuni Keluarga yang Terpisah di resor Diamond Mountain di Korea Utara, Kamis, 22 Oktober 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Delegasi Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) mengadakan pertemuan pada Jumat (22/6) untuk membahas reuni bagi keluarga di kedua negara yang terpisah dalam Perang Korea. Rencana yang didukung Palang Merah Korea ini merupakan rencana pertama yang dibahas dalam tiga tahun terakhir.

Upaya ini merupakan salah satu langkah yang dijanjikan pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in. Tujuannya meningkatkan hubungan keduanya yang telah semakin memburuk terkait program nuklir dan rudal Korut.

"Kami akan berdiskusi baik mengenai masalah kemanusiaan dengan Korut dan bagaimana kami akan meredakan rasa sakit dari 57 ribu anggota keluarga yang terpisah," kata Presiden Palang Merah Korea Park Kyung-seo di Seoul yang mengepalai delegasi Korsel, pada Kamis (21/6).

Pertemuan dua delegasi ini diselenggarakan di sebuah hotel di kota tujuan wisata Korut di Gunung Kumgang. Pertemuan dilakukan setelah kedua pihak pada April lalu sepakat melakukan reuni keluarga dalam menyambut hari libur nasional pada Agustus mendatang.

"Kami harus melakukan upaya aktif untuk hasil yang baik hari ini dengan saling mempercayai dan mempertimbangkan satu sama lain. Kami juga harus meninggalkan masa lalu dengan menyusuri kembali jalan yang telah diruntuhkan para pemimpin kami sebelumnya," kata Wakil Kepala Promosi Reunifikasi di Komite Reunifikasi Damai Tanah Air Korut Pak Yong-il.

Pejabat Korsel telah menyerukan agar keluarga yang terpisah dalam Perang Korea segera dipertemukan. Seruan ini mengacu pada sisi kemanusiaan dan hak asasi manusia, terutama karena banyak dari mereka yang sekarang sudah memasuki usia 80-an.

Reuni-reuni keluarga yang telah dilakukan di masa lalu, yang beberapa di antaranya disiarkan di TV, selalu dibanjiri air mata. Pertemuan tatap muka mereka harus berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan.

Reuni keluarga terakhir diadakan pada 2015. Korsel telah berusaha agar keluarga-keluarga itu dapat melakukan konferensi video dan mengirim surat melalui perbatasan.

Lembaga think tank Hyundai Research Institute melaporkan, sejak 2000, sekitar 23.676 warga Korea yang terpisah dari Korut dan Korsel, telah bertemu dan berinteraksi melalui konferensi video. Namun pada Maret lalu, tercatat 56 persen dari 131.531 pemohon reuni di Korsel telah meninggal dunia.

Belum jelas apakah Pyongyang akan memberikan syarat yang sebelumnya telah ditetapkan untuk melanjutkan reuni. Syarat itu adalah, Seoul harus mengembalikan 12 perempuan asal Korut yang bekerja di sebuah restoran di Cina dan kemudian membelot ke Korsel pada 2016.

Baru-baru ini, organisasi Palang Merah Korut mendesak Korsel mengembalikan para perempuan itu tanpa penundaan. Beberapa perempuan tersebut mengatakan pada Mei lalu, mereka telah dipaksa kembali ke Korut.

Perang Korea yang berlangsung pada 1950-1953 hanya diakhiri dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Dengan demikian kedua Korea sampai saat ini secara teknis masih berperang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement