REPUBLIKA.CO.ID, SKOPJE -- Lebih dari 1.000 warga Makedonia melakukan aksi protes pada Sabtu malam (23/6). Mereka memprotes perubahan nama negara Makedonia.
Pekan lalu para menteri luar negeri Yunani dan Makedonia menandatangani perjanjian untuk mengganti nama republik kecil mantan Yugoslavia itu dengan nama, "Republik Makedonia Utara." Perjanjian yang membuka jalan Makedonia untuk menjadi anggota Uni Eropa dan NATO itu, memicu protes oleh nasionalis.
Protes pada Sabtu malam (23/4) yang diselenggarakan oleh partai oposisi terbesar Macedonia, VMRO-DPMNE, berlangsung damai. Para pengunjuk rasa memegang spanduk bertuliskan "We don't want to give up the name". Mereka juga melambai-lambaikan bendera Makedonia untuk menuntut pembatalan perjanjian dengan Yunani.
Makedonia harus mengamandemen konstitusinya agar sesuai dengan ketentuan kesepakatan. Referendum juga diharapkan akan segera terlaksana di Makedonia.
Sama seperti Oposisi Presiden Makedonia Gjorge Ivanov juga menentang perjanjian itu. Dia menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut meskipun diratifikasi oleh parlemen pada Rabu.
Perselisihan Makedonia dengan Yunani terjadi pada 1991, ketika Makedonia secara damai memisahkan diri dari Yugoslavia. Makedonia mendeklarasikan kemerdekaannya dengan nama Republik Makedonia.
Athena merasa terganggu dengan nama konstitusional Republik Makedonia. Hal itu karena Yunani memiliki sebuah provinsi di bagian utara negaranya yang juga disebut Makedonia. Yunani khawatir jika Republik Makedonia menggunakan nama resmi Makedonia maka akan terjadi perebutan wilayah Makedonia yang berada di Yunani.
Masalah itu telah menghambat harapan Makedonia untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO karena Yunani memiliki hak veto. Karena keberatan Yunani, Makedonia diterima di PBB pada 1993 dengan nama sementara Former Yugoslav Republic of Macedonia atau FYROM.