Senin 23 Jul 2018 18:04 WIB

Maskapai Penerbangan Australia Krisis Pilot

Sejumlah maskapai penerbangan membatalkan jadwal terbang karena tidak ada pilot.

Red: Nur Aini
Maskapai Qantas
Foto: AirlineRatings.com
Maskapai Qantas

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Kekurangan tenaga pilot telah memicu puluhan pembatalan penerbangan oleh beberapa maskapai di Australia. Maskapai besar Qantas dan Virgin dituding sebagai pemicu krisis tenaga profesional tersebut.

Sejumlah maskapai penerbangan di Australia terpaksa membatalkan penerbangan, dan bahkan penerbangan untuk seluruh rute mereka. Hal itu karena secara harfiah memang tidak ada siapa pun yang tersedia menerbangkan pesawat. Laporan tahunan terbaru dari Biro Infrastruktur, Transportasi dan Ekonomi Daerah mencatat sebanyak 10.808 penerbangan domestik telah dibatalkan tahun lalu.

Meskipun sulit untuk menentukan dengan pasti berapa banyak pembatalan ini disebabkan oleh kekurangan pilot, para analis mengatakan situasinya akan semakin memburuk di salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Statistik terbaru dari Boeing memprediksi selama dua dekade mendatang akan ada keperluan tenaga pilot baru sebesar 640 ribu. Hal itu diperlukan untuk mempertahankan industri penerbangan. Dari angka tersebut, 40 persen diantaranya berada di kawasan Asia Pasifik.

Dalam beberapa tahun terakhir, berkembang tren di kalangan pilot Australia untuk bekerja pada perusahaan penerbangan luar negeri, terutama di Timur Tengah dan Cina. Situasi tersebut kompleks di mana para praktisi di industri penerbangan Australia sendiri belum sepakat terkait apa yang menjadi penyebab utama terjadinya kekurangan tenaga pilot di dalam negeri mereka.

Pelanggan paling dirugikan

Pada tahap ini, sebagian besar operator regional dan layanan charter yang lebih kecil menjadi pihak yang langsung merasakan akibatnya, tetapi dampak kondisi ini dirasakan di seluruh lapisan masyarakat. Akhir pekan ini, balapan Carnarvon di utara Australia Barat (WA) dibatalkan ketika staf dan para joki mengumumkan tidak bisa mendapatkan pilot untuk dicarter ke acara tersebut.

Cerita serupa juga terjadi di wilayah Utara Australia (NT), di mana sebuah maskapai penerbangan yang menyediakan layanan penting ke daerah-daerah terpencil, terpaksa merumahkan secara permanen salah satu armada pesawatnya.

CEO ChartAir, Douglas Hendry, mengatakan bahwa perusahaannya terpaksa menolak setidaknya satu juta dolar tawaran dalam bisnisnya setiap tahun. "Biasanya ada beberapa pilot yang bergabung dengan kami selama tiga hingga empat tahun. Status mereka seperti magang," katanya.

"[Tapi] kami telah melihat pilot junior, yang belum benar-benar memenuhi salah satu persyaratan minimum yang dimiliki maskapai penerbangan saja, sekarang sudah meninggalkan kami lebih cepat."

Douglas Hendry mengatakan permintaan global maskapai besar telah mendorong kekurangan tenaga pilot, tetapi pada akhirnya pemain kecil di industri penerbangan dan tentu saja pelangganlah yang menderita. "Industri pengangkut logistik Cina saja membutuhkan dan hendak merekrut ratusan ribu pilot selama 15 hingga 20 tahun ke depan," katanya.

Sekolah penerbangan juga ikut terdampak

Bagi David Currey, yang mengepalai akademi pelatihan Aero Club of WA, kekurangan tersebut juga bermakna tersedia lebih sedikit guru pilot. "Anda harus menerima kekurangan tenaga pilot ini yang dimulai dari para pemain besar - Qantas, Virgins - mereka mulai merekrut dari daerah-daerah, seperti Skippers Alliance Network, dan mereka kemudian datang dan merekrut dari sekolah-sekolah penerbangan," katanya.

"Jadi memang terjadi kekurangan pilot, dan sekarang terjadi juga kekurangan instruktur penerbangan. Kondisi tersebut juga mendorong terjadinya perubahan besar dalam industri yang sudah dinamis.

Aero Club terletak di luar Bandara Jandakot, sebuah hub penerbangan umum di metropolitan Perth, Australia Barat. Sekarang, China Southern Airlines juga memiliki akademi penerbangan menyusul dibukanya kembali lapangan terbang itu. Sementara sekolah percontohan milik Singapura juga telah mendaftarkan diri akan turut beroperasi di wilayah yang sama.

"Saya percaya bahwa dalam beberapa tahun ke depan akan ada minimal 70 pekerjaan instruktur tambahan di Bandara Jandakot," kata Currey.

"[Ini] permintaan yang akan sulit untuk diisi."

Awal bulan ini, Regional Airlines - juga dikenal sebagai Rex - mengeluarkan pernyataan kepada pelanggannya yang memperingatkan kemungkinan terjadinya pembatalan penerbangan dikarenakan krisis kekurangan pilot.

"Rex tidak lagi dapat memiliki pilot stand-by yang dapat ditugaskan untuk menerbangkan pesawat," kata Direktur Operasi, Neville Howell.

"Akibatnya, cuti sakit pada menit-menit terakhir saja dapat mengakibatkan penerbangan dibatalkan atau digabungkan dengan rute lain."

Sepuluh tahun yang lalu Rex memulai sekolah pelatihannya sendiri, Akademi Pilot Maskapai Penerbangan Australia, dalam upaya untuk meningkatkan jumlah pilot bagi maskapainya. Namun Howell mengatakan itu tidak cukup untuk "mencegah Qantas dan Virgin Australia merampas sumber pilot Rex".

"Dalam dua tahun terakhir, dua maskapai penerbangan ini secara kolektif telah membajak 17 persen dan 56 persen dari perwira pertama Rex untuk dijadikan kapten penerbangan masing-masing," katanya dalam pernyataan itu.

"Kedua maskapai ini menyebabkan kekacauan dan gangguan yang meluas terhadap perjalanan udara regional oleh karena tindakan egois dan tidak bertanggung jawab mereka."

Seorang juru bicara Qantas menepis tudingan itu dengan mengatakan "pergerakan pilot di antara maskapai penerbangan adalah hal yang wajar bagi dari orang-orang yang mencari kemajuan, sama seperti di setiap industri lainnya".

"Tidak ada maskapai Australia yang berinvestasi lebih banyak dalam hal pelatihan pilot daripada Qantas Group, dan kami telah melakukan itu selama hampir 100 tahun," kata mereka.

Qantas tingkatkan perekrutan pilot

Qantas Group, yang mencakup Qantas dan Qantas Link, saat ini berada di tengah-tengah pelatihan dan rekrutmen terbesar dalam sejarah perusahaan. Dari sejak 2009 lalu, maskapai besar ini telah memprakarsai pembekuan perekrutan - dan itu berlanjut hingga tujuh tahun terakhir.

Tetapi Qantas Group telah mempekerjakan lebih dari 600 pilot baru dari Australia sejak 2016, dengan rencana untuk merekrut tambahan pilot sebesar 350 pada akhir tahun ini.

Maskapai tersebut sekarang mendatangkan tenaga pilotnya dari campuran sejumlah sekolah penerbangan, penerbangan umum, militer dan maskapai penerbangan komersial lainnya. Qantas juga telah bekerja dengan Pemerintah Federal untuk mendatangkan pilot asing dan instruktur simulator dalam jumlah terbatas melalui visa pekerja terampil yang diperpanjang.

Langkah itu telah membuat marah banyak orang yang meyakini sebagai pemimpin dalam industri penerbangan, Qantas, harus berinvestasi dalam tenaga pilot Australia sebagai gantinya. Menanggapi kritik itu Qantas telah mengumumkan komitmen sebesar 20 juta dolar AS (Rp 215 miliar) untuk membuka akademi pelatihan pilot sendiri pada 2019.

Akademi Percontohan Qantas Group diumumkan awal tahun ini. Dari lebih dari 60 kota regional yang mengajukan proposal, Qantas akan mengumumkan lokasi pemenang untuk sekolah penerbangnya dalam waktu dekat, setelah rampung melakukan penilaian di setiap kota.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-07-23/industri-penerbangan-australia-krisis-pilot/10023524
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement