Selasa 31 Jul 2018 02:40 WIB

Spanyol Anggarkan Rp 500 Miliar untuk Tangani Pengungsi

PM Spanyol Pedro Sanchez menawarkan diri menerima pengungsi dari Laut Tengah

Salah satu kapal imigran gelap (ilustrasi).
Foto: english.globalarabnetwork.com
Salah satu kapal imigran gelap (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Spanyol, yang kini mempunyai kedudukan baru sebagai negara utama tujuan manusia perahu dari Afrika, akan menganggarankan sekitar 30 juta euro atau sekitar Rp 500 miliar untuk menangani arus pengungsi. Selama dua bulan berkuasa, Perdana Menteri Pedro Sanchez menawarkan diri menerima ratusan pendatang dari Laut Tengah.

Sikap tersebut membuat Uni Eropa bernafas lega karena negara anggotanya masih bertengkar soal cara menangani pendatang. "Anggaran Rp 500 miliar itu untuk pembiayaan awal penanganan kedatangan pengungsi dari Laut Tengah, mulai dari gaji petugas, pengadaan selimut, makanan, proses identifikasi, hingga penentuan pemberian status suaka," kata juru bicara kantor perdana menteri.

Pada Senin (30/7), Madrid membuka sebuah pusat penerimaan sementara di Andalusia, sebuah kawasan yang hanya dipisahkan oleh Selat Gibraltar selebar 14 km dari Afrika. Saat mengunjungi tempat penampungan berkapasitas 700 orang itu, Menteri Ketenagakerjaan Magdalena Valerio mengatakan bahwa imigrasi adalah sebuah "fenomena yang tidak bisa dihentikan.

"Kebijakan migrasi harus ditanggung bersama leh seluruh negara Eropa. Mereka harus ikut terlibat," kata dia.

Pemerintahan Sanchez mengatakan bahwa perdana menteri sebelumnya telah membuat Spanyol tidak siap mengantisipasi arus besar migrasi, yang menurut data badan pengungsi PBB UNHCR telah mencapai 24 ribu orang sepanjang tahun ini.

Sementara itu, Italia, yang sebelumnya menjadi tujuan utama para imigran perahu dari Afrika, telah kedatangan 18.300 orang pada periode yang sama. Pemerintah baru di negara itu melarang organisasi penyelamat migran memarkir kapalnya di pelabuhan Italia.

Di sisi lain, seteru politik Sanchez dari sayap kanan mengatakan bahwa kebijakan baru sang perdana menteri akan menjadi "faktor penarik" insentif bagi para migran untuk terus datang ke Eropa, sehingga akar persoalan di Afrika tidak terselesaikan.

"Ketimbang membicarakan faktor penarik, kita seharusnya mengritik kekurangan antisipasi dari pemerintahan sebelumnya, yang tidak berbuat apa-apa terhadap kenaikan angka kedatangan, sehingga memaksa pemerintahan sekarang memutuskan kebijakan darurat," ujar kantor perdana menteri dalam pernyataan resminya.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement