Rabu 19 Sep 2018 10:07 WIB

Gerakan Antisedotan Plastik Kian Gencar di Indonesia

Penggunaan sedotan plastik sekali pakai di Indonesia termasuk tertinggi di dunia.

Sedotan plastik, salah satu penyumbang polutan terbesar di dunia.
Foto:

Saat ini tersedia banyak produk alternatif pengganti sedotan plastik sekali pakai. Mulai dari sedotan stainless steel, bambu, kaca hingga bioplastik. Dan beberapa diantara sedotan ramah lingkungan itu diproduksi di dalam negeri.

Sedotan dari pati jagung

Sedotan dari pati jagung ini diproduksi oleh perusahaan kemasan makanan dan minuman bioplastik yang berlokasi di Bali dengan merek dagang Avani Eco. Sekilas sedotan ini memiliki penampilan bening yang sangat mirip dengan sedotan plastik.

Karena itu untuk membedakan produk mereka, produsen sedotan ini memberi label #i'm not plastic pada batang sedotan mereka. Pemilik dan pendiri Avani, Kevin Kumala mengatakan jika sedotan plastik biasa butuh waktu 40-60 tahun untuk dapat terurai di alam, sedotan avani hanya butuh waktu 180 hari untuk hancur terurai.

Bahan utama berupa sari pati jagung juga memberi nilai tambah yang tidak ditawarkan produk bioplastik sebelumnya. "Karena terbuat dari sari pati jagung, sedotan kami setelah terurai dia bisa menjadi kompos dan produk kami juga telah lulus uji oral toxicity sehingga aman jika dikonsumsi hewan laut," papar pria berusia 34 tahun tersebut.

Selain sedotan dari pati jagung, Avani juga memproduksi sedotan dari kertas dan sekitar 36 jenis produk kemasan makanan dan minuman yang sebelumnya terbuat dari plastik dan Styrofoam.

Mulai dari boks makanan, cup untuk kopi atau minuman lain, kantong kresek, polybag hingga jas hujan dan lainnya.  Semua diproduksi dari bahan alami. "Produk kami menggunakan 3 bahan utama, yakni sari pati singkong untuk menggantikan kantong plastik, ampas tebu untuk pengganti styrofoam atau wadah makanan lain dan untuk sedotan kita menggunakan sari pati jagung."

Kevin mengatakan 70-80 persen produk sedotan Avani masih diserap oleh kliennya dari sektor horeka dan ritel yang berada di Pulau Dewata dan selebihnya baru di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, produk-produk bioplastic Avani lainnya kian diminati konsumen di luar negeri, sehingga kini Avani memiliki distributor resmi di sejumlah negara mulai dari Timur Tengah, Singapura, Sri Lanka hingga Afrika.

Sedotan kaca standar laboratorium

photo
Amaranila Lalita Drijono dengan sedotan pakai ulang dari kaca yang diproduksinya. (ABC Iffah Nur Arifah)

Keinginan kuat untuk mengajak masyarakat luas peduli dengan lingkungan terutama limbah sedotan plastik, mendorong Dokter Kulit dan Kecantikan, Amaranila Lalita Drijono merancang sendiri sedotan pakai ulang dari bahan kaca pertama buatan Indonesia yang memiliki standard alat Lab Kedokteran.

"Saya meminta rekan saya yang biasa memproduksi alat-alat kedokteran dan laboratorium untuk membuat sedotan dari bahan kaca. Awalnya mereka ketawa, buat apa sih bu alat begini, saya sendiri yang ajari, mulai dari ukuran sampai tingkat ketebalan," ungkapnya.

Amaranila memilih membuat sedotan pakai ulang -yang diberi merek Mata Cinta - dari bahan kaca karena dinilainya lebih higienis dan tahan lama. Sedotan itu dipasarkan sepasang dengan sikat bulu sebagai alat pembersih sedotan. "Karena terbuat dari kaca, jadi bisa terlihat apakah bersih atau kotor bagian dalamnya, dan saya juga merancang sikat pembersihnya agar benar-benar pas sehingga bisa membersihkan secara sempurna," tambahnya lagi.

Amaranila mengatakan, belakangan demi memenuhi keinginan segmen pelanggan yang benar-benar peduli lingkungan dan prihatin dengan limbah plastik, Ia juga membuat sikat untuk sedotannya dari bahan alami berupa bulu sapi atau bulu kuda.

Animo pembeli sedotan pakai ulang kaca karyanya juga semakin meningkat. Jika ketika pada awal memproduksi sedotan kaca tahun 2016 lalu, ia hanya membuat 100 buah sedotan karena hanya untuk kalangan terbatas saja, kini dalam sebulan ia mengaku bisa melayani lebih dari 1.000 pesanan.

Sedotan bambu buluh

photo
Mandara Brasika, Founder komunitas peduli lingkungan Griya Luhu di Gianyar, Bali dengan sedotan bambu produksi mereka. (Supplied, Griya Luhu)

Griya Luhu, komunitas peduli lingkungan di Gianyar, Bali saat ini menjadi salah satu komunitas yang memproduksi sedotan pakai ulang dari bambu. Mereka memilih menggunakan bambu buluh yang berdiameter kecil sebagai bahan utama sedotan mereka.

"Sedotan bambu buluh jika dirawati dengan baik, artinya dibersihkan dengan sikatnya dan dikeringkan itu minimum bisa bertahan 3 bulan atau maksimal 6 bulan." kata pendiri Griya Luhu, Mandhara Brasika.

Pria yang akrab disapa Nara itu menurutkan, awalnya sedotan bambu yang mereka buat hanya ditujukan sebagai barang souvenir dalam kegiatan mereka. Namun sejak setahun terakhir sedotan tersebut banyak diminati pengelola hotel dan restoran di Pulau Dewata dan sejumlah kota lainnya.

"Karena Bali daerah wisata dan banyak tamu yang datang itu bule, mereka sudah paham bahaya limbah sedotan plastik dan sering menolak atau meminta sedotan pakai ulang. Jadi ketika tahu ada sedotan bambu pemilik dan pengelola hotel banyak memesan baik untuk digunakan di tempat mereka maupun untuk souvenir," tuturnya.

Bahan baku yang melimpah dan proses pembuatan yang sederhana membuat harga sedotan dari bambu buluh lebih terjangkau bagi pemilik hotel dan rumah makan lokal ketimbang mereka menyediakan sedotan pakai ulang dari steinless steel atau kaca untuk memenuhi tuntutan tamu mereka.

Walhasil dalam waktu tidak terlalu lama, Griya luhu juga mulai kebanjiran pesanan. Bermula dari hanya 100 buah sedotan saja, kini menurut Mandara komunitasnya bisa memproduksi lebih dari 1.000–2.000 buah sedotan bambu setiap bulan.

"Kita berharap pemerintah turun tangan dengan menghentikan penuh distribusi sedotan plastik sekali pakai. Itu solusi yang lebih mudah dan polusi limbah plastik di perairan sudah sangat mendesak untuk disikapi. Apalagi sekarang sudah banyak alternatif yang bisa dipilih warga," katanya.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-09-19/gerakan-anti-sedotan-plastik-di-indonesia/10280154
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement