REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Hari ini pada 1956, militer Israel melancarkan agresi terhadap pasukan Mesir dan mendesak mereka menuju Terusan Suez. Peristiwa itu menjadi awal dimulainya krisis Suez.
Dalam agresinya, Israel didukung Inggris dan Prancis. Ketiga negara memutuskan menyerbu karena presiden Mesir saat itu, yakni Gamal Abdel Nasser, menasionalisasi Terusan Suez.
Dua tahun sebelumnya, militer Mesir juga telah menekan Inggris untuk mengakhiri kehadiran pasukannya di sekitar Terusan Suez. Hal itu telah diatur dalam Perjanjian Anglo-Mesir 1936.
Secara sporadis, pasukan Mesir pun terlibat pertempuran dengan Israel di sepanjang perbatasan kedua negara. Nasser memang menunjukkan sikap antipati terhadap Negara Zionis.
Dengan dukungan uang dan pasokan senjata, serta kekecewaan karena Amerika Serikat (AS) tak menepati janjinya membangun Bendungan Aswan di Sungai Nil, Nasser akhirnya memutuskan merebut dan menasionalisasi Terusan Suez.
Inggris berang dengan langkah yang diambil Nasser. London kemudian mencari dukungan Prancis untuk melancarkan agresi terhadap Kairo. Israel, yang hanya membutuhkan sedikit provokasi untuk melancarkan serangan terhadap Mesir, tak luput dari bidikan Inggris.
Ketiga negara akhirnya sepakat untuk menyerbu pasukan Mesir di Terusan Suez. Israel melancarkan serangan lebih dulu. Namun, mereka terkejut karena Inggris dan Prancis tidak segera mengikuti langkahnya. Alih-alih ingin melakukan serangan kilat dengan kekuatan luar biasa, serangan itu macet.
Setelah serangan PBB segera menerbitkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata.