Ahad 11 Nov 2018 16:01 WIB

Kongo Hadapi Wabah Ebola Terburuk dalam Sejarah

Ada total 319 kasus Ebola yang telah dikonfirmasi sejak Agustus lalu.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Gita Amanda
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.
Foto: Louise Annaud/Medecins Sans Frontieres via AP
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Republik Demokratik Kongo sedang menghadapi gelombang Ebola terburuk dalam sejarah negara itu. Wabah tersebut diperparah dengan banyaknya serangan kelompok bersenjata di daerah-daerah yang terkena dampak.

Menteri Kesehatan Kongo, Oly Ilunga Kalenga, mengatakan ada total 319 kasus yang telah dikonfirmasi. Kasus-kasus itu muncul di Provinsi Kivu dan Ituri Utara sejak wabah terbaru diumumkan pada Agustus lalu.

Angka tersebut melebihi 318 kasus yang dikonfirmasi pada 1976, ketika virus Ebola mematikan pertama kali diidentifikasi di wilayah Yambuku, Provinsi Equateur.

Kalenga mengatakan 198 kematian telah dicatat dalam wabah terbaru saat ini, termasuk 165 kasus baru yang dikonfirmasi, dengan 35 kemungkinan kematian. Dari 284 kasus yang dikonfirmasi, 97 dinyatakan selamat.

"Wabah ini tetap berbahaya dan tidak dapat diprediksi, dan kita tidak boleh membiarkan kewaspadaan kita turun," kata Kalenga dalam sebuah pernyataan, dikutip Aljazirah.

Upaya medis telah dipersulit oleh serangan kelompok-kelompok bersenjata yang berusaha menguasai bagian timur negara yang kaya akan mineral itu. "Tidak ada wabah lain di dunia yang serumit seperti yang kita alami saat ini," ujar Kalenga.

Menurut dia, tim-tim medis yang menangani wabah diserang rata-rata tiga atau empat kali seminggu. Tingkat kekerasannya belum pernah terjadi dibandingkan dengan sembilan wabah sebelumnya di negara itu.

"Sejak kedatangan mereka di wilayah itu, tim-tim tanggap menghadapi ancaman, serangan fisik, penghancuran peralatan mereka, dan penculikan. Dua rekan kami di Rapid Response Medical Unit bahkan kehilangan nyawa dalam salah satu serangan," tambah dia.

Namun, para pejabat mengatakan mereka telah memvaksinasi lebih dari 27 ribu orang yang berisiko tinggi. Setengahnya berisiko menyebarkan Ebola, melalui cairan tubuh seperti keringat, air liur, dan darah.

Secara terpisah, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tantangan utama dalam wabah saat ini adalah ketidakamanan dan ketidakpercayaan masyarakat. "Ketika ada serangan, vaksinasi benar-benar dibekukan. Dan ketika vaksinasi berhenti, virus mendapat keuntungan dan itu mempengaruhi kita," katanya di ibu kota Kinshasa, Kamis (8/11).

Konfirmasi kasus-kasus baru telah dipercepat pada bulan lalu. Komite darurat WHO mengatakan pada Oktober lalu wabah kemungkinan akan memburuk secara signifikan kecuali respons ditingkatkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement