Rabu 28 Nov 2018 11:44 WIB

Tewas oleh Suku Terpencil, Jasad Misionaris Sulit Dievakuasi

ohn Allen Chau tewas ditangan suku Sentinel.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Kepulauan Andaman
Foto: >
Kepulauan Andaman

REPUBLIKA.CO.ID,  PULAU SENTINEL -- Pihak berwenang India didesak untuk mengabaikan upaya mengevakuasi jasad seorang pria Amerika Serikat (AS) yang terbunuh saat mengenalkan agama Kristen ke penduduk di pulau terpencil India.

Misionaris itu telah dibunuh oleh suku terasing yang mengisolasi dirinya dari dunia luar di pulau terpencil, Sentinel di perairan Andaman dan Nicobar, India.

Menurut aparat penegak hukum India, pria yang menjadi korban pembunuhan suku terasing di pulau Sentinel itu diketahui bernama John Allen Chau (26 tahun). Chau diduga ingin mengajarkan ajaran Kristen kepada suku yang tersisa dari abad pra-Neolitik di dunia itu.

Pihak berwenang pun telah berupaya melakukan perjalanan untuk menyelidiki kasus ini. "Kami juga tengah berkonsultasi dengan para pakar untuk memutuskan apakah layak mengambil tubuh Chau atau tidak," ujar pihak berweang seperti dilansir the Guardian, Rabu. Polisi juga mengatakan, tidak akan memancing konfrontasi dengan Sentinelese (suku di pulau Senitnel), yang pulaunya terlarang bagi pengunjung tanpa izin.

Baca juga, Kisah Anak Rockefeler yang Hilang di Asmat Papua.

Kelompok advokasi hak-hak suku, Survival International telah meminta pihak berwenang India untuk mengabaikan upaya evakuasi sebab akan sangat berbahaya bagi kedua belah pihak jika dilanjutkan.

"Akan berisiko berbahaya, seperti tertular flu mematikan di sana. Jadi, jenazah Chau harus dibiarkan begitu saja dengan suku Sentinelese," ujar Direktur Survival International. Stephen Corry dalam sebuah pernyataan.

Selain itu, sekelompok antropolog, penulis, dan aktivis India mengeluarkan pernyataan serupa pada Senin (26/11). "Hak dan keinginan Sentinelese harus dihormati dan tidak ada yang bisa dicapai dengan meningkatkan konflik dan ketegangan, dan lebih buruk lagi, untuk menciptakan situasi di mana lebih banyak bahaya yang ditimbulkan," kata mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement