Kamis 29 Nov 2018 19:58 WIB

Filipina Putus Bersalah Tiga Polisi Atas Perang Narkoba

Pertama kalinya polisi Filipina dinyatakan bersalah atas pembunuhan perang narkoba.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Aktivis Filipina meneriakkan tuntutan mengakhiri pembunuhan terkait perang narkoba yang digalakkan Presidan Rodrigo Duterte di luar markas polisi Camp Crame di Kota Quezon, Manila, Filipina, 24 Agustus 2016.
Foto: AP Photo/Aaron Favila
Aktivis Filipina meneriakkan tuntutan mengakhiri pembunuhan terkait perang narkoba yang digalakkan Presidan Rodrigo Duterte di luar markas polisi Camp Crame di Kota Quezon, Manila, Filipina, 24 Agustus 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pengadilan Filipina memutuskan tiga polisi bersalah atas pembunuhan seorang remaja berusia 17 tahun pada 2017, pada Kamis (29/11). Itu untuk pertama kalinya polisi dinyatakan bersalah atas pembunuhan yang mengatasnamakan kebijakan perang melawan narkoba yang dicanangkan Presiden Filipin Rodrigo Duterte.

Pengadilan wilayah Caloocan memutuskan tiga polisi itu mendapat hukuman 40 tahun penjara. Aktivis hak asasi manusia mengatakan itu untuk pertama kalinya pembunuhan di luar hukum yang dilakukan polisi selama 29 bulan kampanye anti-narkoba.

Pengadilan mengatakan ketiga polisi itu tidak akan dapat pembebasan bersyarat. Kematian Kian Loyd delos Santos pada Agustus 2017 lalu mengubah arah perhatian publik atas apa yang para aktivis sebut sebagai eksekusi dan pelanggaran yang dilakukan polisi dengan dukungan Duterte.

"Keputusan terhadap tiga polisi atas pembunuhan Kian de los Santos adalah sebagai kemenangan untuk keadilan tapi itu tidak cukup, pembunuhan harus dihentikan," kata ketua Free Legal Assistance Group (FLAG), lembaga advokasi hak asasi manusia, Jose Manuel Diokno.

FLAG juga mempertanyakan legalitas perang narkoba ke Mahkamah Agung Filipina. Hampir 5.000 orang telah tewas dalam perang narkoba yang dilancarkan polisi. Lebih dari 2.500 orang di antaranya dibunuh oleh kelompok tidak dikenal yang polisi sebut sebagai insiden yang berhubungan dengan narkoba.

Pembela hak asasi manusia mengatakan para korban pembunuhan yang menurut polisi melawan saat hendak ditangkap sebenarnya dieksekusi karena ada pola dalam setiap pembunuhan. Polisi membantah tuduhan tersebut dan mengatakan mereka hanya berusaha membela diri.

Pemerintahan Duterte berulang kali mengatakan mereka tidak pernah membuat kebijakan untuk membunuh para pengedar dan pemakai narkoba. Namun, Delos Santos ditemukan di tewas di sebuah gang dengan pistol di tangan kirinya.

Polisi mengatakan mereka membunuhnya sebagai upaya untuk membela diri. Tapi keluarga remaja tersebut mengatakan polisi telah berbohong. Rekaman kamera keamanan menunjukkan polisi dengan agresif menyeret seorang laki-laki yang terlihat seperti Delos Santos ke tempat di mana ia dibunuh. 

Dua bulan setelah Delos Santos dibunuh, Duterte memerintahkan polisi untuk menghentikan operasi perang terhadap narkoba, karena publik marah atas pembunuhan pelajar tersebut. Tapi ia kembali memberikan peran kepada polisi untuk perang terhadap narkoba pada Desember tahun lalu dengan alasan situasi penyebaran narkoba kian memburuk.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement