Rabu 05 Dec 2018 14:53 WIB

Tim Investigas PBB akan Selidiki Kejahatan ISIS di Irak

PBB akan membawa yang bertanggungjawab atas kejahatan ISIS ke pengadilan.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Seorang gadis 9 tahun hamil setelah disandera dan diperkosa oleh militan kelompok Negara Islam. Foto ini merupakan pengungsi dari Irak Yazidi yang dibebaskan ISIS sejak ditawan pada 11 Agustus 2014.
Foto: reuters
Seorang gadis 9 tahun hamil setelah disandera dan diperkosa oleh militan kelompok Negara Islam. Foto ini merupakan pengungsi dari Irak Yazidi yang dibebaskan ISIS sejak ditawan pada 11 Agustus 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tim investigasi PBB akan bekerja menyelidiki pembantaian minoritas Yazidi dan aksi kekejaman lainnya yang dilakukan ISIS di Irak, mulai tahun depan. Tim itu telah mendapat wewenang lebih dari setahun lalu.

Dewan Keamanan PBB mengadopsi sebuah resolusi pada September 2017 untuk membawa mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang kelompok ISIS ke pengadilan. Resolusi itu diperjuangkan oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Nadia Murad dan pengacara hak asasi manusia internasional Amal Clooney.

PBB mengumumkan akan menyediakan dana sebesar 2 juta dolar AS untuk mendukung kerja tim investigasi, yang dikenal sebagai UNITAD. Tim akan mempromosikan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh ISIS.

Tim, yang dipimpin oleh pengacara Inggris Karim Asad Ahmad Khan, ini telah dikerahkan ke Baghdad pada Oktober lalu. Tetapi sejak itu tim masih fokus pada rincian administratif dan teknis untuk meletakkan dasar bagi penyelidikan.

"Tim investigasi sekarang akan melanjutkan persiapan di Irak dengan maksud untuk memulai kegiatan investigasi pada awal 2019," ujar Ahmad Khan kepada Dewan Keamanan PBB dalam laporan pertamanya, Selasa (4/12).

Pemerintah Irak telah menolak seruan terhadap penyelidikan PBB dan Ahmad Khan menekankan, banyak upaya telah dikerahkan untuk memastikan kerja sama dari Baghdad. "Realisasi kegiatan investigasi kami bergantung pada kerja sama, dukungan, dan kepercayaan dari semua elemen masyarakat Irak," ungkapnya, dikutip VOA News.

PBB telah menggambarkan pembantaian Yazidi oleh militan ISIS sebagai kemungkinan genosida. Penyelidik hak asasi manusia PBB telah mendokumentasikan berbagai penganiayaan mengerikan yang diderita perempuan dan anak-anak perempuan.

Nadia Murad adalah satu di antara ribuan perempuan Yazidi yang disandera dan ditahan sebagai budak seks ketika militan ISIS bergerak ke wilayah Sinjar, Irak, pada Agustus 2014.

Setelah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini, Murad mengatakan dia ingin militan ISIS bisa menghadapi persidangan. "Bagi saya, keadilan tidak berarti membunuh semua anggota ISIS yang melakukan kejahatan ini terhadap kami," katanya pada Oktober lalu.

"Keadilan bagi saya adalah membawa anggota ISIS ke pengadilan dan melihat mereka di pengadilan mengakui kejahatan yang mereka lakukan terhadap Yazidi dan dihukum untuk kejahatan-kejahatan itu secara khusus," kata dia.

Tim investigasi akan mengumpulkan bukti tentang kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, atau genosida untuk digunakan di pengadilan Irak yang akan mengadakan persidangan untuk militan ISIS sesuai resolusi PBB.

Lebih dari 200 kuburan massal yang berisi hingga 12 ribu mayat baru-baru ini telah ditemukan di Irak. Penemuan itu turut memberikan bukti adanya kejahatan perang yang dilakukan oleh ISIS.

Baca: Pembunuhan Jurnalis di Dunia Meningkat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement