Ahad 23 Dec 2018 19:39 WIB

AS tak Bisa Selesaikan Konflik Israel-Palestina Sendirian

Pembicaraan damai Israel-Palestina harus di bawah pengawasan internasional.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Sergey Lavrov
Foto: AP
Sergey Lavrov

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Amerika Serikat (AS) tidak dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel sendirian. Hal itu dia sampaikan seusai bertemu Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Malki di Moskow, Jumat (22/12).

 “Kami memahami pentingnya AS dan tidak akan pernah ada keberhasilan (perdamaian Israel-Palestina) tanpanya. Tapi AS harus mengakui bahwa mereka tidak akan pernah mencapai kesepakatan (perdamaian Israel-Palestina) sendirian,” ujar Lavrov, dikutip laman Middle East Monitor.

Baca Juga

Menurut Lavrov, cara terbaik untuk melakukan pembicaraan damai Israel-Palestina adalah dengan meletakannya di bawah pengawasan internasional. Dalam hal ini, ia mengacu pada PBB, Uni Eropa, AS, Rusia, dan Liga Arab.

Lavrov turut menyinggung tentang kecemasan Israel perihal keamanannya bila menjalin perundingan. “Mengingat hubungan khusus kami, tidak hanya dengan Palestina, tapi juga Israel, kami ingin membantu mencapai kesepakatan yang solid, yang secara hukum akan mengamankan kepentingan sah Israel di bidang keamanan,” ujarnya.

Saat ini Rusia sedang berusaha mempertemukan para pemimpin Fatah dan Hamas. Moskow ingin membantu pencapaian rekonsiliasi antara kedua faksi Palestina yang telah berselisih selama lebih dari 10 tahun tersebut. Menurut Rusia, perpecahan internal Palestina menjadi penghambat untuk melakukan pembicaraan dengan Israel.

Rusia telah mengundang pemimpin Hamas Ismail Haniyeh ke Moskow untuk menghadiri pertemuan tersebut. Haniyeh dikabarkan akan memenuhi undangan tersebut pada Februari 2019.

Sementara itu, AS tengah menyiapkan kerangka perdamaian baru untuk Israel dan Palestina atau dikenal dengan istilah “Deal of the Century”. AS mengklaim, dengan kerangka tersebut, Palestina akan menuai banyak keuntungan. Namun tak dijelaskan keuntungan seperti apa yang dimaksud.

Sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017, Palestina menolak melanjutkan perundingan damai dengan Israel yang dimediasi olehnya. Palestina menilai AS tak menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement