Selasa 08 Jan 2019 08:30 WIB

Trump dan Trudeau Sepakat Tekan Cina

Pemerintah Cina menahan dua warga negara Kanada

PM Kanada Justin Trudeau saat bertemu Presiden AS Donald Trump, Selasa (14/2).
Foto: AP
PM Kanada Justin Trudeau saat bertemu Presiden AS Donald Trump, Selasa (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Para pemimpin Kanada dan Amerika Serikat (AS) pada Senin (7/1) sepakat untuk terus menekan Beijing agar membebaskan dua warga Kanada yang ditahan. Keduanya ditahan tak lama setelah penangkapan seorang eksekutif senior Cina di Vancouver beberapa waktu lalu.

Kanada ingin pembebasan segera Michael Kovrig dan Michael Spavor, yang diciduk setelah pihak berwenang Kanada menangkap Meng Wanzhou, pejabat eksekutif keuangan Huawei Technologies Co pada 1 Desember lalu atas permintaan AS. Cina mengutuk langkah tersebut dan hal itu mengancam akan menaikkan ketegangan global pada saat Washington dan Beijing sudah terlibat dalam perang dagang.

Baca Juga

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau berbicara dengan Presiden AS Donald Trump pada Senin (7/1) dan mengucapkan terima kasih atas pernyataan kuat mengenai dukungan AS menanggapi penahanan kedua orang tersebut. "Kedua pemimpin itu setuju untuk mengusahakan pembebasan mereka," kata kantor Trudeau dalam satu pernyataan.

Walaupun Kanada mengatakan Cina tak membuat kaitan khusus antara penahanan keduanya dan penangkapan Meng, para pakar dan mantan diplomat mengatakan mereka tak meragukan Beijing menggunakan kasus Kovrig dan Spavor untuk menekan Ottawa. Beijing bersikeras dakwaan-dakwaan terhadap Meng dibatalkan tetapi Kanada menyatakan tidak mencampuri proses yudisial itu.

Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland bereaksi tak senang bulan lalu setelah Trump menyarankan agar dia bisa mengabaikan permintaan supaya Meng dikirim ke Amerika Serikat sebagai imbalan atas kemajuan perdagangan bilateral dengan China. Menurut Menlu Freeland, proses ektradisi itu hendaknya jangan dipolitisasi.

Kantor Trudeau mengatakan dua pemimpin itu telah membahas permintaan AS tersebut dan "menegaskan kembali pentingya menghormati kemandirian yudisial dan undang-undang yang berlaku".

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement