REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Tes DNA yang dilakukan terhadap dua mayat yang ditemukan terdampar di Sungai Mekong di Thailand Utara adalah aktivis. Menurut polisi mereka dibunuh karena motif politik.
Kedua orang tersebut yang dikenal dengan nama samaran Puchana dan Kasalong, adalah dua dari tiga aktivis yang dilaporkan hilang sejak bulan Desember dari rumah mereka di Laos. Mereka tinggal di Laos karena melarikan diri dari Thailand.
Mereka adalah bagian dari sekelompok warga Thailand yang tinggal di Laos yang memiliki pertalian dengan gerakan Baju Merah anti-pemerintah. Mereka melakukan protes jalanan di Bangkok pada 2010 yang kemudian diberangus oleh militer.
Beberapa di antara mereka juga adalah bagian dari kelompok garis keras yang menghendaki kerajaan Thailand berubah menjadi republik. Mereka dicari pemerintah karena menghina kerajaan dan anggota keluarga kerajaan.
Tindak penghinaan terhadap kerajaan adalah tindak kejahatan yang dianggap serius dan pelakunya bisa dihukum maksimal 15 tahun penjara bila dinyatakan bersalah.
Hilangnya aktivis tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis lainnya bahwa mereka diculik oleh kelompok pembunuh, yang mungkin bergerak sendiri atau mendapat persetujuan dari pihak berwenang. Militer Thailand ketika mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dalam kudeta pada 2014 mengatakan mempertahankan kerajaan akan menjadi prioritas utama.
Kepala polisi provinsi Nakhon Phanom Mayor Jenderal Thanachart Rodklongton mengatakan hasil tes di lab forensik menunjukkan hasil tes DNA dari mayat yang ditemukan sama dengan DNA dari anggota keluarga. Mayat itu ditemukan tanggal 27 dan 28 Desember dengan dibungkus karung yang diisi dengan semen tampaknya agar mayat tersebut tenggelam di sungai.
Nama kedua orang tersebut belum diumumkan. Namun, aktivis ketiga yang dilaporkan masih hilang adalah pemimpin kelompok Baju Merah yang sudah lama dikenal sebagai aktivis anti-pemerintah bernama Surachai Danwattananusorn, atau lebih dikenal dengan nama Surachai sae Dan.
Nasibnya belum diketahui.
Surachai sekarang berusia 70 tahunan dan sudah menghabiskan waktu di penjara karena kasus penghinaan terhadap kerjaaan sejak tahun 1970-an ketika menjadi gerilyawan komunis di Thailand Selatan. Ketiganya sudah tidak terlihat oleh teman-teman mereka di Laos sejak pertengahan bulan Desember.
Para pejabat Thailand membantah terlibat
Sejak 2016, paling sedikit dua pembangkang asal Thailand di Laos telah hilang dengan alasan yang mencurigakan. Pejabat Thailand membantah keterlibatan mereka atas hilangnya para aktivis, dan mengatakan mereka sudah berusaha menggunakan jalur hukum agar mereka bisa diekstradisi ke Thailand.
Sementara beberapa pembangkang Thailand bisa mendapatkan status suaka politik di negara-negara Barat. Namun mereka yang tidak memiliki koneksi, atau dokumen maupun dana biasanya melarikan diri ke negeri tetangga seperti Laos dan Kamboja.
Beberapa di antaranya terus melakukan kegiatan politik lewat internet, sementara yang lainnya berusaha bersikap low profile.
Semuanya hidup dalam ketakutan, karena hubungan transaksional yang dimiliki Thailand dengan negeri tetangga. Beberapa negara kadang menyerahkan aktivis itu karena bisa mendapat keuntungan.
Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini
AP
Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini