Jumat 08 Feb 2019 14:21 WIB

AS Cabut Visa Anggota Majelis Konstituante Venezuela

Washington mendukung oposisi Venezuela jadi presiden sementara.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido (tengah depan)
Foto: AP Photo/Fernando Llano
Pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido (tengah depan)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mulai membekukan visa sebagai larangan perjalanan ke negara itu untuk anggota Majelis Konstituante Venezuela. Utusan Khusus Venezuela, Elliott Abrams tidak menyebutkan jumlah pasti dan nama anggota Majelis yang terkena dampak pembekuan visa tersebut. Hal itu dia katakan di hadapan wartawan di Kementerian Luar Negeri AS.

"Walaupun saya tidak dapat menyebutkan nama karena informasi visa dilindungi, kami akan terus mengambil tindakan terhadap mereka yang menghancurkan lembaga-lembaga demokrasi Venezuela," katanya seperti dikutip Anadolu Agency, Jumat (8/2).

"Badan ini telah merebut banyak kekuatan konstitusional Majelis Nasional yang sah, dan mewujudkan (Presiden Venezuela Nicolas Maduro) penghancuran atas lembaga-lembaga demokratis," ujarnya.

Majelis Konstituante Venezuela didirikan oleh Maduro pada 2017 untuk menggantikan Majelis Nasional yang dikuasai oposisi. Pencabutan visa itu terjadi di tengah dorongan diplomatik dan ekonomi Washington yang terus-menerus untuk memaksa Maduro menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin Majelis Nasional Juan Guaido. Pemimpin berusia 35 tahun itu mengukuhkan dirinya sebagai presiden sementara pada 23 Januari.

AS, Kanada, sebagian besar negara di Amerika Latin dan lebih dari 20 negara Eropa telah memberikan dukungan kepada Guaido setelah pengumuman tersebut. Namun, Maduro dengan tegas menolak seruan agar dia mundur. Dia pun bersikeras menuduh Washington sedang mengatur kudeta terhadap pemerintahnya. Sementara Cina, Iran, Rusia, dan Turki lebih mementingkan Maduro.

Venezuela telah diguncang krisis politik sejak 10 Januari, ketika Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua usai pemungutan suara yang diboikot oleh oposisi. Guaido menyerukan demonstrasi kepada rakyat yang meminta Maduro mundur. 

Sementara itu, Laman Aljazirah mengatakan, Kelompok Kontak Internasional yang didukung Uni Eropa menyoal Venezuela, menyerukan pendekatan langsung ketimbang yang dianjurkan AS dan beberapa negara Amerika Latin lainnya.

Kelompok itu, dalam sebuah komunike setelah pertemuan perdananya di ibu kota Uruguay Montevideo, mengatakan akan mengirim kelompok kerja teknis ke Venezuela untuk mendorong pemilihan baru secepat mungkin. Menurut kelompok tersebut, intervensi yang terlalu kuat di negara itu dapat memperburuk krisis.

Kepala kebijakan luar negeri UE, Federica Mogherini mengatakan, kelompok yang diluncurkan akhir bulan lalu, mendorong solusi damai dan politis. Suatu penyelesaian pada akhirnya harus datang dari rakyat Venezuela sendiri.

"Ini bukan hanya hasil yang paling diinginkan tetapi juga satu-satunya hasil jika kita ingin menghindari lebih banyak penderitaan dan proses yang kacau," kata Mogherini di Montevideo bersama Presiden Uruguay Tabare Vazquez.

"Dilema terbesar yang dihadapi Venezuela adalah antara perdamaian dan perang, itulah sebabnya kami mendesak seruan untuk tenang dari pihak-pihak yang terlibat dan kehati-hatian masyarakat internasional," kata Vazquez.

Komunike kelompok itu mengatakan, akan berkumpul kembali pada awal Maret untuk mengukur kemajuan dari rencananya. Negara-negara anggota UE dalam grup tersebut meliputi Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Anggota Amerika Latin termasuk Bolivia, Kosta Rika, Ekuador, Meksiko, dan Uruguay.

Berkuasa sejak 2013 dan terpilih kembali tahun lalu dalam pemungutan suara Mei 2018, oposisi mengklaim pemilihan Mei palsu. Maduro telah memimpin keruntuhan ekonomi yang ditandai oleh meluasnya kekurangan makanan dan obat-obatan akibat hiperinflasi. Diperkirakan tiga juta orang Venezuela telah meninggalkan negara anggota OPEC yang kaya minyak itu.

photo
Infografis Krisis Politik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement