Senin 04 Mar 2019 18:48 WIB

Selandia Baru Akui Sejumlah Kecil Warganya Bergabung ISIS

Selandia Baru tak hapus kewarganegaraan eks ISIS.

  Pasukan gabungan Australia dan Selandia Baru akan diterjunkan melatih tentara Irak melawan pasukan ISIS.
Foto: AFP
Pasukan gabungan Australia dan Selandia Baru akan diterjunkan melatih tentara Irak melawan pasukan ISIS.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON— Seorang warga negara Selandia Baru yang ditahan di Suriah karena bergabung dengan Negara Islam (IS) tidak akan dicoret sebagai warga negara, tetapi akan menghadapi tuntutan kejahatan saat dia pulang. 

"Kami sudah mempunyai rencana-rencana terhadap peristiwa ini, bahwa seorang warga Selandia Baru yang mendukung ISIS di Suriah akan kembali, " kata Perdana Menteri Jacinda Ardern, Senin 4/3).  

Baca Juga

Taylor bergabung dengan kelompok terlarang dan kemungkinan memiliki cabang hukum, kata Ardern, tetapi pemerintahannya akan memberikan dia dokumen perjalanan untuk pulang, apabila memungkinkan.   

Arder mengatakan, pihak perwenang telah memberitahu taylor bahwa dia harus menuju ke negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Selandia Baru seperti Turki, untuk menerima dokumen perjalanan daruratnya. Kedalanya memang saat ini Taylor masih dalam tahanan. 

"Taylor hanya memiliki kewarganegaraan Selandia Baru dan pemerintah berkewajiban untuk tidak membuat seseorang kehilangan kewarganegaraannya," katanya. 

Lebih lanjut, Ardern mengatakan,pihak berwenang sudah mengidentifikasi sejumlah kecil warga Selandia Baru bergabung dengan IS, tetapi menampik menyebutkan jumlahnya.  

Menurut Ardern, hukum di Selandia Baru membenarkan pencabutan kewarganegaraan hanya untuk kejadian yang amat terbatas. Pemerintah tidak bisa menjadikan seseorang tanpa keewarganegaraan kecuali jika ternyata memiliki dua kewarganegaraan.   

Selandia Baru adalah negara terakhir setelah sejumlah negara mulai dari Australia, Amerika Serikat, dan Inggris terpaksa berurusan hukum dan menghadapi tantangan keamanan terkait para mantan anggota kelompok garis keras yang bersumpah akan menghancurkan Barat.

Mark Taylor yang pergi ke Suriah pada 2014, mengaku pada lembaga penyiaran Australia, ABC dari sebuah penjara di wilayah yang dikuasai Kurdi, bahwa dia sudah memperkirakan akan mendekam di penjara beberapa waktu apabila pulang ke Selandia Baru. 

Dalam wawancara pada Senin, Taylor mengatakan kepada ABC bahwa dia bertugas sebagai penjaga bagi kelompok itu selama lima tahun dan telah ditahan di penjara selama beberapa kali, antara lain ketika tanpa sengata dia membocorkan perincian tempat dalam cuitan Twitter pada 2015.

Dia juga muncul dalam video promosi IS pada tahun tersebut yang menyerukan serangan pada hari Anzac ke Australia dan Selandia Baru.

Taylor mengatakan kepada ABC dia menyaksikan beberapa eksekusi pada saat bersama kelompok itu dan dia menyesal.

"Saya tidak tahu apakah bisa kembali ke Selandia Baru, tetapi pada akhirnya akan menjadi sesuatu bagi saya untuk menjalani hari-hari pada sisa umur saya," katanya.

Pada Februari, Inggris mengatakan mencabut kewarganegaraan seorang warga berusia 19 tahun. Shamima Begum yang meninggalkan London bersama dua rekan sekolahnya untuk bergabung dengan IS ketika berumur 15 tahun, dan kini ingin kembali dengan bayinya yang baru lahir.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement