REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Ketika malam tiba ibukota Venezuela, Caracas yang tadinya ramai kini mencekam. Seluruh penjuru kota itu gelap gulita. Beberapa hari terakhir lebih dari satu juta warga Venezuela harus hidup tanpa listrik.
"Anda merasakan keheningan yang mencekam di sekitar Anda," kata Alejandro Guzman, seorang pengacara berusia 26 tahun kepada the Guardian.
Guzman dan sebagian besar masyarakat Venezuela hidup dalam kegelapan ketika malam tiba. Setelah hiperinflansi, krisis politik yang berkepanjangan, kini rakyat Venezuela harus menghadapi pemadaman listrik yang diyakini dapat menciptakan implikasi dramatis dalam perpolitikan Venezuela di masa depan.
"Kota ini seperti kota bayangan," kata Guzman.
Rakyat Venezuela sudah empat hari hidup tanpa listrik. Pemadaman yang menurut Presiden Nicolas Maduro didalangi Amerika Serikat terjadi pada Kamis (8/3) pukul 17.00 waktu setempat. Membuat seluruh Venezuela dalam kegelapan.
"Saya merasa frustasi dan marah dengan apa yang terjadi, tapi kami tahu hal ini akan terjadi," kata Guzman, Ahad (10/3) ketika lampu mulai kembali menyala di sebelah timur Caracas.
Guzman sedikit lebih beruntung dibandingkan rakyat Venezuela lainnya. Listrik di tempat tinggalnya sudah kembali menyala. Neneknya yang berusia 80 tahun dan menderita Alzheimer yang tinggal di pendesaan belum mendapatkan pasokan listrik. Neneknya yang tinggal di kota madya Lebertador masih gelap gulita ketika malam tiba.
"Ini situasi kritis, di sekitarnya ada orang-orang yang mencintainya, tapi bagi orang seusianya dalam situasi yang berbahaya," kata Guzman.
Kepada media yang dikelola negara walikota Caracas Erika Farias mengatakan 22 dari 32 paroki sudah dialiri listrik. Pada saat malam tiba di sebagian kota Caracas lampu mulai menyala.
Khawatir pemadaman kembali terjadi warga mulai menimbun air dan makan dari beberapa toko yang buka. Sementara di sebagian besar Venezuela masih gelap gulita.
Ketika pemadaman memasuki hari keempat masyarakat mulai marah, gelisah, dan khawatir ada korban jiwa yang diakibatkan pemadaman listrik ini. Ada juga kekhawatiran pemadaman ini memicu kerusahan dan pada gilirannya represi yang dilakukan pemerintahan Maduro untuk menghentikan kerusuhan.
Pada Ahad dilaporkan setidaknya ada dua penjarah di setiap 23 negara bagian Venezuela. "Venezuela di ambang kehancuran total," kata mantan Presiden Bolivia Jorge Quiroga.
Maduro yang baru muncul satu kali di hadapan publik sejak pemadaman dimulai mencoba menyakinkan warga pemerintahannya berusaha untuk mengambilalih kendali. "Kami telah berusaha dengan keras untuk memulihkan pasokan listrik dalam beberapa jam," kata Maduro.
Tidak hanya pendukung oposisi yang menggelar unjuk rasa karena pemadaman ini. Pendukung Maduro juga menggelar unjuk rasa pada Ahad lalu. Mereka mengklaim pemadaman ini hasil dari 'perang listrik' yang direncanakan AS untuk menggulingkan pemerintah Maduro dan menggantinya dengan pemerintah boneka.
Ketua badan legislatif Venezuela Juan Guaido yang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara mengkritik pemerintahan Maduro yang dinilai gagal dalam memulihkan pemadaman listrik. Guaido mengatakan 'hari-hari sulit' akan mulai terasa dan bencana semakin jelas terlihat.
"Enam belas negara bagian masih sepenuhnya gelap, kami harus menghadapi bencana ini sekarang," kata Guaido yang diakui sebagian besar negara-negara Barat dan Amerika Latin sebagai presiden sementara Venezuela.
Guida mengajak pendukungnya dan rakyat Venezuela untuk turun ke jalan. Ia juga berjanji akan menggelar sidang luar biasa di National Assembly yang dikuasai oposisi untuk mendeklarasikan kondisi darurat nasional.
"Apa yang kami jalani sekarang di Venezuela seperti film sains fiksi," kata laki-laki berusia 35 tahun itu.
Rumah sakit di seluruh Venezuela sudah mengurangi jam operasi mereka. Dikhawatirkan hal itu dapat berdampak pada pasien yang sakit parah dan bayi yang baru lahir di unit gawat darurat.
Ada sebuah laporan yang belum berhasil dikonfirmasi tentang lusinan bayi yang meninggal dunia selama pemadaman listrik di rumah sakit yang terletak sebelah barat kota Maracaibo. Selain itu juga ada kabar tentang 13 pasien yang meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Maturin, sekitar 540 kilometer sebelah timur Caracas.
"Anda berusaha untuk tidak memikirkan segala sesuatu yang tengah terjadi," kata Zoraida Cordoba, istri dari pasien penderita dialisis.
Selama empat hari suaminya hidup tanpa perawatan medis. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan perawatan pada Ahad setelah klinik di Caracas dibuka.
"Tidak ada listrik di rumah saya sejak Kamis sore, kami bahkan tidak bisa membeli makanan karena ATM tidak berfungsi," kata Cordoba.
Saat mengantre makanan Marlene Marquez masih memikirkan orang tuanya. Marquez mengatakan karena pemandaman listrik ini orang tuanya yang sudah sepuh terjebak di apartemen mereka yang berada di lantai 16.
"Mereka terjebak di rumah karena mereka tidak bisa naik turun tangga, ketika saya mengunjungi mereka saya harus menerangi tangga dengan lilin," katanya.
Marquez mengatakan pemadaman listrik ini merusak segalanya. Makanan seperti ayam dan daging di kulkas menjadi membusuk. Sementara itu, obat-obatan juga harus tetap dingin. Selain itu. tanpa listrik artinya juga tidak ada air karena pompa tidak dapat berfungsi.
Pada malam hari udara di Caracas seperti dalam film-film apokaliptik. Tanpa ada sinyal warga naik ke atas atap mobil mereka berharap mendapatkan sinyal. Petugas imigrasi menggunakan senter dari telpon genggam mereka untuk memeriksa paspor.
Desireé García, ibu tiga anak, mencemooh Maduro yang menyalahkan oposisi dan AS atas pemadaman ini. Garcia mengatakan klaim Maduro yang menyebut pemadaman ini sebagai sabotase adalah sebuah lelucon. Ia yakin Maduro berbohong.
"Saya bukan Chavista (pendukung Hugo Chavez) bukan pula oposisi, saya hanya mengatakan apa yang saya lihat, tidak ada listrik karena mereka tidak melakukan pekerjaan mereka, mereka tidak merawat peralatan," katanya.
Dokter dan politisi oposisi Jose Manuel Olivares melacak dampak dari pemadaman listrik ini. Ia mengkonfirmasi setidaknya ada 18 orang yang meninggal dunia karena pemadaman.
"Tapi kami yakin sebenarnya lebih banyak, saya merasa marah untuk pasien-pasien saya, untuk teman-teman saya, untuk orang tua saya," kata Olivares.