Senin 01 Apr 2019 10:46 WIB

Muslim Uighur di Australia Diintimidasi Polisi Cina

Muslim Uighur di Australia khawatir keselamatan keluarganya di Cina.

Sebuah pengumuman menunjukan gambar anggota keluarga Uighur yang hilang di Cina.
Foto: ABC News/Joshua Boscaini
Sebuah pengumuman menunjukan gambar anggota keluarga Uighur yang hilang di Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pemerintah Cina dituding telah melecehkan dan mengintimidasi komunitas migran Uighur di Australia. Tudingan terjadi di tengah munculnya ancaman kemungkinan anggota keluarga mereka dapat ditahan.

ABC telah memperoleh pesan teks yang tampaknya menunjukkan kontak antara pihak berwenang Cina dengan warga Uighur Australia yang meminta data pribadi mereka, termasuk paspor, SIM, dan alamat tempat kerja. Sejumlah warga Uighur yang diwawancarai oleh ABC mengatakan mereka memilih menyerahkan informasi pribadinya karena khawatir anggota keluarga mereka yang tinggal di Cina dapat menanggung konsekuensi.

Baca Juga

Berbicara dengan syarat tidak diungkapkan identitas mereka karena takut akan pembalasan ini, warga Muslim Uighur di Australia mengklaim polisi Cina menggunakan keluarga mereka di Cina untuk mengumpulkan informasi tentang kerabat mereka di luar negeri. Salah satu warga Uighur Australia, Dawud*, mengatakan dia pertama kali menerima kontak dari keluarganya di Xinjiang pada September 2017.

Keluarganya memintanya kembali ke Cina atau menjelaskan kepada polisi mengapa dia tidak bisa kembali. "Saya bukan penjahat," kata Dawud.

Dawud berkata dia memberi tahu polisi Cina: "Saya bukan warga Cina, bagaimana Anda bisa menanyakan hal seperti itu?"

"[Polisi Cina] berkata ... Saya bisa hanya memberikan informasi saya, nama saya, dan kemudian saya bisa mengunjungi kantor polisi setiap kali saya berkesempatan untuk mengunjungi kerabat saya," katanya.

photo
Para pekerja berjalan menyusuri pagar pembatas fasilitas pendidikan vokasi di Dabancheng tahun lalu. (Reuters/Thomas Peter)

Dawud mengaku dirinya berusaha menghindari kembali ke Cina [untuk menyerahkan identitas dirinya] dengan hanya mengirim surat kepada polisi dari tempat kerjanya untuk membuktikan dia memiliki pekerjaan.

Namun, dia menuturkan setelah itu tuntutannya semakin meningkat. "Ketika saya mengirim email itu [ke keluarga saya], mereka meneruskannya kepada polisi dan polisi mengatakan saya sekarang harus mengirim data identitas anak-anak saya dan bahkan paspor istri dan anak-anak saya serta foto-foto terbaru mereka," katanya.

Dia mengatakan khawatir berbicara dapat mengakibatkan keluarganya di Cina dapat ditempatkan di 'kamp pendidikan ulang' pemerintah yang berkembang pesat. "Kekhawatiran utamanya masih tentang kerabat kami di sana ... mereka tidak bisa berbicara atas nama mereka sendiri. Ini seperti mafia, tidak berbeda dengan mafia," katanya.

Pengawasan dan penahanan

Wilayah otonom Xinjiang yang luas di barat laut Cina merupakan rumah bagi sekitar 24 juta orang, dengan mayoritas warganya Muslim Uighur yang berbahasa Turki. Wilayah itu secara resmi diakui sebagai bagian dari Cina, tapi kelompok separatis di wilayah tersebut ingin mendirikan "Turkestan Timur" yang independen, berbeda dengan keinginan Pemerintah Cina.

photo
Sejumlah kamp di Xinjiang meningkat lebih dari dua juta meter persegi pada tahun 2018. (ABC News/Google Earth/Digital Globe)

Sebagai tanggapan, Human Rights Watch mengatakan pemerintah Cina telah memaksa penduduk setempat memberikan sampel suara, darah dan DNA dan pemindaian mata mereka. Baru-baru ini, PBB mengatakan memiliki bukti yang kredibel lebih dari satu juta orang warga Uighur ditahan di kamp-kamp penahanan di Xinjiang.

Orang-orang yang telah ditahan di kamp-kamp tersebut mengklaim mereka disiksa dan disuntik dengan zat yang tidak diketahui. Investigasi oleh ABC News dan Australian Strategic Police Institute (ASPI) pada 2018, menemukan beberapa kamp tahanan di Propinsi Xinjiang telah berkembang lebih dari dua juta meter persegi.

Menanggapi sejumlah pertanyaan, kementerian luar negeri Cina merujuk ABC ke pernyataan pemerintah Cina tentang terorisme, ekstremisme dan perlindungan hak asasi manusia di Xinjiang. Pernyataan itu menegaskan provinsi Xinjiang itu telah lama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah Cina, yang menyatakan ada upaya deradikalisasi yang sedang berlangsung yang berfokus pada pendidikan, rehabilitasi dan pembelajaran bahasa Cina dan keterampilan tenaga kerja.

Kementerian luar negeri tidak menanggapi pertanyaan tentang tuduhan adanya campur tangan asing, termasuk kontak otoritas Cina dengan orang-orang Uighur yang tinggal di Australia.

Respons DFAT

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri dan Perdagangan mengonfirmasi Pemerintah Australia mengetahui tentang laporan sejumlah warga Australia telah dimintai keterangan oleh Pemerintah Cina. "Pemerintah memandang masalah ini dengan serius dan telah mengangkat isu ini kepada otoritas Cina. Siapa pun yang merasa khawatir harus menghubungi polisi," katanya.

Associate Professor Michael Clarke dari Australian National University (ANU) gigih menyuarakan pesan dan desakan mengenai perlunya campur tangan asing. "Partai Cina telah menggunakan bentuk-bentuk tekanan ekstra teritorial ini dan menjangkau melampaui perbatasannya sebagai cara untuk mencegah bagian tertentu dari komunitas Australia menggunakan hak demokratis mereka untuk menyuarakan isu ini," kata Profesor Clarke.

"Ini adalah bagian dari pola dan upaya yang lebih luas yang dilakukan Partai Komunis Cina untuk membentuk sifat dari perdebatan tentang Cina di Australia.

"Mungkin ini adalah salah satu contoh paling ekstrem di mana Anda mendapati Partai Komunis Cina secara langsung menargetkan segmen tertentu dari komunitas Australia dengan tujuan membungkam mereka.

"Ini [cara yang] tidak terlalu rumit dan instrumen yang lebih tumpul dalam beberapa hal, tetapi tidak mengurangi tingkat keefektifannya.

Kekhawatiran tentang keluarga yang hilang

Di seluruh Australia, ada sekitar 3.000 orang Uighur, dengan mayoritas masyarakat menetap di Australia Selatan. Ada juga komunitas Uighur yang tinggal di Victoria, New South Wales, Queensland dan Australia Barat.

photo
Saudara perempuan Karima Kunahun, saudara laki-lakinya Adbuwali dan saudara ipar laki-lakinya Abdurahman telah hilang di Propinsi Xinjiang, Cina sejak Juli 2017. (Supplied)

Karima Kunahun belum mendengar kabar dari keluarganya di Xinjiang sejak Juli 2017, tetapi ia menerima telepon yang mengerikan tiga minggu lalu. Seorang teman di Xinjiang memberi tahu Karima saudara perempuannya, saudara laki-laki dan iparnya semuanya dibawa ke kamp penahanan pada Oktober 2017.

Dia mengaku tidak tahu apakah keponakan-keponakannya yang masih kecil juga aman. "Saya sakit sejak hari saya mengetahui kabar itu," katanya.

"Saya tidak bisa berhenti menangis setiap hari karena memikirkan betapa besar derita yang dialami orang tua saya, tapi karena saya tidak bisa menghubungi mereka, saya tidak tahu bagaimana keadaan mereka.

"Orang yang memberi tahu kami tentang hal ini mengatakan alasan saudara kandung saya berada di kamp konsentrasi adalah karena saya berada di Australia. Saya tidak yakin kondisi kesehatan saya akan membaik kecuali saya tahu bagaimana nasib keluargaku," katanya.

'Seperti domba yang menunggu disembelih'

photo
Pemimpin Uyghur Nurmuhammad Majid bertemu dengan anggota komunitasnya.

Tokoh masyarakat Uighur Nurmuhammad Majid telah mewakili komunitasnya selama lebih dari satu dekade sekarang. Dia mengatakan karyanya telah membuat marah Pemerintah Cina dan karena itu, dia belum mendengar kabar dari keluarganya yang tinggal di Cina.

Dia mengatakan banyak orang Uighur khawatir jika berbicara mungkin memiliki konsekuensi bagi kerabat mereka di Cina. "Pemerintah Cina mengulurkan tangan kepada para Uighur di luar negeri, termasuk warga Australia ... dengan mengintimidasi mereka atau melecehkan mereka," kata Majid.

"Orang-orang masih takut untuk membicarakan pengalaman atau penderitaan anggota keluarga mereka ... karena mereka masih memiliki begitu banyak anggota keluarga di [provinsi Xinjiang].

"Salah seorang warga Uighur... menggambarkan situasinya ... 'kami hidup seperti domba yang menunggu untuk disembelih'.

photo
Anak-anak Uighur belajar bahasa pada akhir pekan di Australia. (ABC News/Joshua Boscaini)

"Beberapa orang yang telah kembali dari Cina tahun lalu ...dan masih takut membicarakan pengalaman mereka ... mereka mengatakan 'Aku [masih] punya orang tua'."

Majid mengatakan, Pemerintah Australia perlu meningkatkan tekanan pada Cina tentang situasi hak asasi manusia di Xinjiang. "Kami belum melihat pemerintah Australia mengambil langkah aktif untuk mengkritik pemerintah China," katanya.

"Kita perlu meminta pemerintah Australia untuk memahami nilai-nilainya sendiri. Ini adalah demokrasi liberal yang membela hak asasi manusia.

"Kami ingin memastikan anggota masyarakat Uyghur yang tinggal di Australia aman, tidak terintimidasi, tidak diganggu oleh pemerintah asing."

*Nama telah diubah atas permintaan sumber untuk melindungi mereka dan keluarga mereka

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-03-31/otoritas-china-dituding-lecehkan-warga-uyghur-di-australia/10957476
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement