REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi mengatakan pada Sabtu ia tidak ingin mencalonkan diri dalam pemilihan presiden untuk periode kedua seperti yang diserukan partainya. Pilpres Tunisia dijadwalkan tahun ini.
Aksi-aksi unjuk rasa massal yang membuat Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika mengundurkan diri telah menggerakkan oposisi di Tunisia. Kampanye-kampanye di media sosial juga telah mulai menolak Essebsi yang berusia 93 tahun untuk mencalonkan diri lagi.
Konstitusi Tunisia yang disahkan oleh parlemen tahun 2014 sebetulnya memberinya hak untuk menjadi presiden selama dua periode. Namun, Essebesi lebih suka membiarkan warga terbaik Tunisia lainnya untuk memimpin.
"Saya akan katakan terus terang bahwa saya tidak ingin mencalonkan diri lagi untuk periode kedua karena Tunisia memiliki banyak orang berbakat," kata Essebsi dalam satu pertemuan partainya Nidaa Tounes di Monastir.
Tunisia akan menyelenggarakan pemilihan parlementer pada 6 Oktober dan pemilihan presiden mulai 17 November. Pemilihan-pemilihan tersebut akan menjadi rangkaian pemungutan suara ketiga dan rakyat Tunisia dapat memberikan suara dengan bebas setelah revolusi tahun 2011 yang menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali, yang telah berkuasa selama 23 tahun.
Pada Desember 2014, Essebsi menang dalam pemilihan presiden bebas pertama, menjadikannya presiden pertama Tunisia yang dipilih secara bebas dan langsung. Sejauh ini, belum ada tokoh yang menyatakan pencalonan mereka untuk menjadi presiden dalam pemilihan tahun ini.
Essebsi, mantan ketua parlemen di bawah Ben Ali, telah menjadi tokoh dominan di negara Afrika Utara itu sejak pemilihannya tahun 2014, kendati undang-undang yang membatasi kekuasaannya untuk hubungan luar negeri dan pertahanan. Tetapi dia telah kehilangan pengaruh sejak Youssed Chaded naik ke tampuk kekuasaan sebagai perdana menteri tahun 2016.