Ahad 07 Apr 2019 15:04 WIB

Aksi Dukungan untuk Muslim Uighur Digelar di Washington

Cina dianggap telah melakukan pelanggaran HAM kepada muslim Uighur.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Muslim Uighur sedang bercengkerama.
Foto: Uttiek M Panji Astuti
Muslim Uighur sedang bercengkerama.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ratusan warga Amerika, Kanada, Australia, termasuk diaspora Uighur, menggelar aksi demonstrasi di Washington pada Sabtu (6/4). Mereka menyerukan Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil tindakan terhadap Cina atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukannya terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.

Ketua Komite Eksekutif Kongres Uighur Dunia Omar Kanat berpartipasi dalam aksi demonstrasi di Washington. Dia mengucapkan terima kasih kepada massa yang telah hadir dan menyuarakan dukungannya terhadap Muslim Uighur.

Baca Juga

"Kita dipersatukan oleh tuntutan kita untuk mengakhiri genosida yang dilakukan oleh Pemerintah Cina terhadap orang-orang Uighur dan Muslim Turki lainnya di Turkestan Timur," kata Kanat mengacu pada wilayah Xinjiang, dikutip laman Anadolu Ageny.

Menurut dia, perlakuan Pemerintah Cina terhadap etnis Uighur telah menyebabkan rasa sakit, kehancuran, bahkan kematian. "Kita di sini untuk memobilisasi dukungan politik bagi tindakan Amerika. Sekarang saatnya untuk tindakan nyata," ujarnya.

Presiden Kongres Uighur Dunia Dolkun Isa mengungkapkan ketika semua orang Uighur berbicara serentak dengan satu suara, mereka tak bisa dibungkam. "Kami adalah putra-putri yang tidak lagi dapat menghubungi orang tua kami. Dalam kasus saya, ibu saya meninggal di kamp," ucapnya.

Hal itu juga berdampak pada anak-anak mereka. "Kami adalah orang tua yang anak-anaknya tidak bisa tumbuh di tanah air mereka dan tidak dapat sepenuhnya menikmati budaya serta tradisi Uighur," kata Isa.

Oleh sebab itu, dia mendesak AS untuk menindak pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Cina terhadap Muslim Uighur. Menurutnya AS perlu bekerja sama dengan Uni Eropa dalam melakukan hal tersebut. "Kita harus bergerak melampaui kata-kata menjadi tindakan nyata sebelum terlambat," ujar Isa.

Esedullah, seorang warga Uighur yang tinggal di AS dan berpartisipasi dalam aksi di Washington mengatakan bahwa dia telah kehilangan kontak dengan keluarganya. "Ayah saya terkurung di kamp konsentrasi, saya kehilangan kontak dengan keluarga saya," katanya.

"Saya ingin mendengar suara orang tua saya dan sarapan bersama mereka. Saya tidak bisa memberitahu Anda betapa saya merindukan mereka," ujar Esedullah.

Menurut dia, aksi seperti di Washington memang harus diselenggarakan. "Dunia tidak tahu tentang apa yang terjadi di kamp (konsentrasi). Dengan berada di sini kami memberitahu Pemerintah Amerika dan dunia bahwa mereka dapat menghentikan genosida di Turkistan Timur," kata Esedullah.

"Saya berharap demonstrasi ini akan membantu mengentikan kamp konsentrasi dan membebaskan jutaan orang yang dipenjara di kamp-kamp. Saya berharap swmua warga Uighur dapat bersatu dengan keluarga mereka segera," ucap Esedullah.

Pada Rabu (3/4) lalu kelompok bipartisan parlemen (AS) mendesak pemerintahan Donald Trump untuk segera menjatuhkan sanksi kepada Ketua Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo. Dia dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah yang dipimpinnya.

Sebanyak 40 anggota parlemen yang dipimpin Senator Marco Rubio dan Perwakilan AS Chris Smith dari Partai Republik serta Senator Bob Menendez dan Perwakilan James McGovern dari Partai Demkorat, telah mengirim surat kepada pensihat utama Trump. Dalam surat tersebut mereka menyalahkan pemerintah karena sejauh ini gagal menjatuhkan sanksi kepada Cina atas dugaan pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.

“Kami kecewa dengan kegagalan pemerintah sejauh ini untuk menjatuhkan sanksi yang terkait dengan pelanggaran HAM sistemis dan mengerikan yang sedang berlangsung di Xinjiang,” kata mereka dalam suratnya.

Pemerintah Cina telah menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Beijing disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden Cina Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.

Pemerintah Cina telah membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus kemiskinan di Xinjiang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement