Senin 22 Apr 2019 12:11 WIB

Pengunjuk Rasa di Sudan Tolak Kepemimpinan Dewan Militer

Pengunjuk rasa mendesak transisi segera ke masyarakat sipil.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Nashih Nashrullah
Demonstran dari profesi medis berunjuk rasa dan menduduki Armed Forces Square, di Khartoum, Sudan, Rabu (17/4).
Foto: AP Photos/Salih Basheer
Demonstran dari profesi medis berunjuk rasa dan menduduki Armed Forces Square, di Khartoum, Sudan, Rabu (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM – Sejumlah pentolan pengujuk rasa di Sudan pada Ahad (21.4) waktu setempat berjanji mengerahkan rakyat untuk meningkatkan demonstrasi menghadapi penguasa militer negara. 

Hal ini diserukan sebagai bagian dari kampanye yang semakin melebar untuk mendorong peralihan kekuasan dari dewan militer kepada warga sipil. 

Baca Juga

Dalam pidatonya di luar Kementerian Pertahanan di Khartoum tengah, seorang pemimpin protes mengatakan, para demonstran tidak lagi mengakui Dewan Militer Transisi (TMC) yang mengambil alih kekuasaan setelah digulingkannya Presiden Omar al-Bashir pekan lalu.  

Para pemimpin protes menuduh militer merupakan sisa-sisa rezim Bashir. Namun, militer mengatakan berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan dan akan memertimbangkan dewan militer-sipil bersama.   

"Kini kami menganggap dewan militer sebagai "perpanjangan rezim, maka kami bersumpah untuk meningkatkan protes," ujar juru bicara gerakan protes Mohamed al-Amin dilansir BBC, Senin (22/4).

Para pengunjuk rasa terus duduk di luar Kementerian Pertahanan sejak Bashir dicopot pada 11 April. Mereka telah berdemonstrasi dalam jumlah besar selama tiga hari terakhir, mendesak penyerahan cepat ke pemerintahan sipil.  

Kepala TMC, Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan kepada TV pemerintah bahwa pembentukan dewan militer-sipil bersama, yang merupakan salah satu tuntutan aktivis, sedang dipertimbangkan. 

"Masalah ini telah diajukan untuk diskusi dan visi belum tercapai. Peran dewan militer melengkapi pemberontakan dan revolusi yang diberkati," kata Burhan, menambahkan bahwa TMC berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan kepada rakyat.  

Tetapi koalisi pemrotes dan kelompok oposisi mengatakan TMC tidak serius menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil. Warga menggambarkan dewan sebagai perpanjangan rezim lama  

"Kami telah memutuskan memilih eskalasi dengan Dewan Militer, bukan untuk mengakui legitimasinya dan untuk melanjutkan aksi duduk dan meningkatkan protes di jalan-jalan," Mohamed al-Amin Abdel-Aziz, dari Asosiasi Profesional Sudan, mengatakan kepada kerumunan terbesar di luar Kementerian Kertahanan. 

Burhan juga mengkonfirmasi untuk pertama kalinya bahwa Bashir dan sejumlah mantan pejabat, termasuk pembantu presiden Nafie Ali Nafie, penjabat ketua partai Ahmed Haroun, dan mantan wakil presiden pertama Ali Osman Taha, ditahan di sebuah penjara dengan keamanan tinggi di Khartoum Utara. 

"Mereka semua berada di penjara Kobar," katanya. Dia menambahkan bahwa sejumlah besar simbol rezim lama yang diduga korupsi akan diadili.  Burhan mengatakan pihak berwenang telah menemukan 7 juta euro di rumah Bashir, bersama dengan 350 ribu dolar AS. 

Bantuan dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab adalah bantuan besar pertama yang diumumkan secara publik ke Sudan dari negara-negara Teluk dalam beberapa tahun.  

Kedua negara Teluk memiliki hubungan dengan Burhan dan wakilnya, Mohamed Hamdan Dagalo, melalui partisipasi mereka dalam pertempuran koalisi yang dipimpin Saudi di Yaman.  

Sudan menderita krisis ekonomi yang semakin parah yang menyebabkan kekurangan uang dan antrian panjang di toko roti dan pompa bensin. 

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab pun akan mengirim bantuan senilai 3 miliar dolar AS kepada Sudan. Bantuan ini diberikan akibat buntut protes yang menyebabkan penggulingan presiden Omar al-Bashir sehingga menyebabkan krisis berkepanjangan.

Kedua negara Teluk Arab akan menyumbangkan 500 juta dolar AS ke Bank Sentral Sudan dan mengirimkan sisanya dalam bentuk makanan, obat-obatan dan produk minyak bumi.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement