REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka berusaha memulihkan stabilitas negara itu pascaserangan bom, Ahad (21/4). Selain telah menahan 24 tersangka, pihak berwenang meminta bantuan internasional untuk penyelidikan insiden yang membuat setidaknya 290 orang tewas dan 500 lainnya terluka.
Bantuan dari intelijen negara-negara lainnya diperlukan untuk memeriksa dugaan keterlibatan kelompok-kelompok militan dalam serangan teror tersebut. Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengemukakan hal itu, namun tanpa rincian lebih lanjut.
“Kami harus melihat lebih dalam tentang hal ini, namun tugas pertama kami adalah negara harus dalam keadaan stabil,” ujar Wickremesinghe dilansir Japan Times, Senin (22/4).
Serangkaian pengeboman terkoordinasi terjadi di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka pada Ahad (21/4) telah menimbulkan banyak korban. Sebagian besar korban adalah warga Kristiani yang sedang menghadiri ibadah kebaktian paskah. Selain itu, 35 warga asing, diantaranya berasal dari Jepang, Belanda, Cina, Inggris, Amerika, dan Portugis juga berada diantara daftar korban tewas.
Saat ini, pihak berwenang Sri Lanka memberlakukan jam malam mulai pukul 18.00 hingga 06.00. Pasukan keamanan negara telah berjaga di seluruh rumah ibadah di Ibu Kota Kolombo.
Hingga saat ini Sri Lanka belum mengungkapkan informasi rinci mengenai pihak yang berada di balik serangkaian pemboman di tiga gereja dan tiga hotel di negara itu. Sebelumnya, sebuah memo yang yang berisi peringatan adanya kemungkinan terjadi serangan teror di negara itu beredar, diunggah oleh Menteri Telekomunikasi Sri Lanka Harin Fernando.
Dalam memo tersebut, terdapat peringatan yang diberikan oleh kepala polisi Sri Lanka Pujuth Jayasundara. Ia mengirimkan peringatan kepada perwira senior keamanan yang berisi pelaku bom bunuh diri dari kelompok radikal dapat menyerang gereja-gereja terkenal di negara itu.
Memo itu dilaporkan mengatakan "Sebuah agen intelijen asing telah melaporkan NTJ berencana melakukan serangan bunuh diri yang menargetkan gereja-gereja terkemuka serta komisi tinggi India di Kolombo".