REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Serangan bom yang menyasar tiga gereja dan hotel mewah di Sri Lanka disebut sebagai aksi balas dendam terhadap insiden penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru Maret lalu. Hal tersebut diungkapkan menteri pertahanan Sri Lanka.
“Menteri pertahanan Sri Lanka mengklaim serangan pengeboman mematikan terhadap gereja dan hotel dilakukan sebagai pembalasan atas serangan penembakan terhadap masjid di kota Christchurch,” kata The Independent, dalam laporannya pada Selasa (23/4).
Pada 15 Maret lalu, dua masjid di Christchurch menjadi sasaran aksi penembakan brutal. Sebanyak 50 orang meninggal dalam insiden tersebut dan puluhan lainnya luka-luka. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kejadian itu merupakan peristiwa terkelam di negaranya.
Belum ada keterangan terperinci terkait dengan pernyataan menteri pertahanan Sri Lanka tersebut. Otoritas Sri Lanka diketahui telah menangkap 40 terduga tersangka yang terlibat dalam serangan terhadap gereja pada perayaan Paskah, Ahad lalu.
Menurut juru bicara Pemerintah Sri Lanka, yang juga menjabat sebagai menteri kesehatan, Rajitha Senaratne, orang-orang yang telah ditangkap kepolisian adalah mereka yang nama atau identitasnya disebutkan dalam laporan intelijen. “Beberapa orang yang disebutkan dalam laporan itu meninggal selama serangan. Kami sekarang sedang menyelidiki dukungan internasional untuk kelompok itu dan hubungan mereka yang lain,” kata dia.
Sebelum pengeboman terjadi, Pemerintah Sri Lanka mengaku telah menerima peringatan intelijen. Namun, peringatan tersebut diabaikan. Pemerintah pun telah meminta maaf kepada seluruh keluarga korban atas keteledoran yang dilakukannya.
Jumlah korban yang meninggal akibat serangan bom di Sri Lanka terus meningkat. Saat ini jumlahnya dilaporkan mencapai 321 orang. Sementara lebih dari 500 lainnya masih dirawat.