REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO — Pemerintah Sri Lanka telah menuding pelaku di balik serangan teror yang terjadi pada Ahad (21/4) adalah National Thowheeth Jama’ath (NTJ), kelompok yang diketahui mempromosikan ideologi teroris. Dalam sebuah pernyataan pada Senin (22/4), pihak berwenang negara itu mengatakan tengah berfokus melakukan penyelidikan terhadap NTJ, meski belum ada klaim bahwa mereka berada di balik insiden tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui mengenai NTJ. Selama ini, tidak banyak yang mengetahui rekam jejak kelompok yang berbasis di Sri Lanka tersebut.
Menurut seorang analis senior Sri Lanka dari International Crisis Group, Alan Keenan, sangat sedikit yang diketahui mengenai NTJ. Sebelum serangan teror kali ini terjadi, kelompok tersebut sering dikaitkan dengan vandalisme patung-patung Budhha di negara itu pada Desember 2018.
Keenan mengatakan belum pernah mendengar NTJ sebagai organisasi resmi. Ia juga menilai ada kemungkinan bahwa kelompok tersebut adalah sebuah pecahan organisasi politik Sri Lanka Thowheeth Jama’ath (SLTJ), yang selama ini dikenal membawa pandangan garis keras dan sentimen anti-Buddha di negara itu.
Thowheeth Jama'ath dapat diartikan secara garis besar adalah kelompok yang mengatasnamakan keesaan Tuhan. Menurut Keenan, banyak organisasi di Sri Lanka yang menggunakan nama tersebut, sehingga sulit untuk menentukan asal usul kelompok tersebut.
Dalam serangkaian pemboman yang terkoordinasi terjadi di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka ini, hampir 300 orang tewas dan 500 lainnya terluka. Tak sedikit yang melihat dengan besarnya serangan tersebut, nampaknya tidak mungkin dilakukan hanya oleh NTJ yang dinilai sebagai kelompok lokal dan tentunya memiliki skala kecil untuk kemungkinan melakukannya. Karena itu, dalam kata lain dipastikan ada keterlibatan organisasi teroris asing.
Sebelumnya, pihak berwenang Sri Lanka telah menerima peringatan mengenai serangan dan keterlibatan NTJ. Dalam sebuah laporan tertanggal 11 April, Kepala Polisi Pujith Jayasundara mengirimkan peringatan kepada intelijen bahwa NTJ nampaknya merencanakan serangan yang menargetkan gereja-gereja terkenal di negara itu, serta Komisi Tinggi India.
Dalam dokumen tersebut, juga disebutkan nama dari pemimpin NTJ, yaitu Mohamed Zahran. Beberapa hari sebelum serangan terjadi, polisi Sri Lanka melakukan pengamanan secara ketat.
Namun, di saat itu, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan Presiden Maithripala Sirisena dilaporkan tidak mengetahui mengenai situasi tersebut. Meski demikian, mereka dinilai tetap bertanggung jawab atas kesalahan dalam hal ini.
Selama ini, serangan teror yang menelan banyak korban seperti kali ini tak pernah terjadi Sri Lanka. Sepanjang sejarah negara itu, tak ada kekerasan yang melibatkan konflik agama, terutama antara warga Kristiani dan Muslim.
“Sri Lanka adalah negara yang cukup rumit. Secara umum ada ketegangan dan kekerasan di antara hampir semua orang di sana, namun umat Muslim dikenal sebagai komunitas yang paling terkendali dan tidak konfrontatif sama sekali. Itu sebabnya ini tidak sesuai dengan dinamika sebelumnya,” kata Keenan.
Mayoritas penduduk di Sri Lanka, yaitu mencapai 70 persen beragama Buddha. Sementara itu, 12,5 persen beragama Hindu dan Muslim hanya ada 10 persen dari populasi pendududk di sana. Sementara, sekitar 7,5 persen menganut agama Kristen.