REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Departemen Luar Negeri Inggris telah mengeluarkan peringatan bahwa serangan teroris masih akan terjadi lagi di Sri Lanka. Hal itu terjadi di saat pemerintah mengumumkan jumlah korban yang tewas lebih rendah dari yang diumumkan sebelumnya.
Selain Inggris, Amerika Serikat sebelumnya juga sudah mengeluarkan peringatan serupa dan mendesak agar warga AS tidak berkunjung ke Sri Lanka untuk sementara waktu. Bilapun berkunjung, kedua negara mengatakan agar mereka yang berada di sana menghindari tempat-tempat keramaian atau tempat keagamaan.
Sementara seorang pejabat Sri Lanka mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa jumlah korban tewas dalam rangkaian serangan bom di hari Minggu Paskah itu turun dari 359 orang menjadi sekitar 250 orang.
"Bisa sekitar 250 atau 260 orang, saya tidak bisa memastikan berapa," kata Anil Jasinghe, Direktur Jenderal Layanan Kesehatan Sri Lanka.
"Ada begitu banyak jasad yang ada dan sulit sekali memberikan angka yang tepat."
Wakil Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardene mengatakan angka kematian yang diturunkan menjadi 253 disebabkan karena data sebelumnya dari rumah-rumah jenazah di rumah sakit yang tidak tepat.
"Itulah jumlah yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan kepada kami sebelumnya."
Dampak terhadap pariwisata
Dengan adanya serangan mematikan seminggu sebelumnya tersebut dan peringatan kemungkinan adanya serangan lagi membuat ibu kota Sri Lanka, Kolombo kini sepi dari turis. Banyak di antaranya yang memutuskan meninggalkan negeri itu atau berdiam di hotel.
Jalan utama ke bandara dan ke Bank Sentral ditutup selama adanya ancaman serangan. Para pekerja kantoran diminta pulang awal, dan mall serta restoran tutup atau tidak ada pengunjung sama sekali. Jam malam juga masih diberlakukan.
Seorang sopir tuk tuk (semacam bemo) Riswan sedang duduk di luar kuil Budha di pusat kota Kolombo menunggu kalau ada yang menggunakan jasanya.
"Anda bisa lihat sendiri dimana-mana tidak ada orang," katanya.
"Apa yang harus kami lakukan? Saya ke sini dari pagi dan sekarang sudah sore saya belum mendapat uang sepeserpun."
"Kami tidak tahu bagaimana untuk memberi makan anak-anak."
Pariwisata Sri Lanka yang booming dalam beberapa tahun terakhir besar kemungkinan akan lumpuh menyusul serangan bom mematikan tersebut. Setelah gelombang tsunami pada 2004 dan berakhir perang sipil di tahun 2009, turis kembali mendatangi Sri Lanka dalam jumlah besar selama 10 tahun terakhir, dengan kenaikan pengunjung hampir 400 persen.
Industri pariwisata ini bernilai sekitar 6 miliar dolar Australia (sekitar Rp 6 triliun) bagi perekonomian negara kepulauan tersebut. Untuk menarik turis lebih banyak lagi Sri Lanka juga telah memberikan fasilitas bebas visa kepada turis dari 39 negara termasuk Australia, Amerika Serikat dan Inggris. Skema tersebut sebenarnya akan mulai diberlakukan 1 Mei 2019 guna meningkatkan kedatangan turis di musim sepi pengunjung.
Namun, Menteri Pariwisata Sri Lanka mengatakan dengan adanya penyelidikan mengenai kemungkinan adanya peran pihak asing dalam pengeboman serentak tersebut, pembebasan visa turis itu mungkin akan ditangguhkan.
Menteri Pertahanan Sri Lanka Hemasiri Fernando telah mengundurkan diri karena gagal mencegah serangan walau sudah mendapatkan peringatan sebelumnya. Polisi sekarang sudah menyebarkan foto dan nama tujuh orang yang sedang dicari, termasuk tiga orang perempuan.
Beberapa ulama di komunitas Muslim Sri Lanka mengatakan bahwa mereka tidak akan menerima jasad para pelaku bom bunuh diri dan mereka tidak akan disembahyangkan di masjid ataupun dimakamkan di pemakaman Muslim.
Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini