REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Warga Sri Lanka diminta untuk shalat di rumah, dan tidak datang ke masjid atau misa di gereja, Jumat (26/4). Badan Intelijen Negara memperingatkan kemungkinan serangan bom mobil di tengah kekhawatiran akan adanya kekerasan pembalasan.
Badan keagamaan Islam utama Sri Lanka, All Ceylon Jamiyathul Ullama, mendesak umat Islam untuk melakukan shalat di rumah pada Jumat. Imbauan itu untuk melindungi keluarga dan properti.
Kardinal Malcolm Ranjith juga mengimbau para pendeta untuk tidak mengadakan misa di gereja sampai pemberitahuan lebih lanjut. "Keamanan itu penting," kata Ranjith.
Presiden Sri Lanka, Maithripala Sirisena mengatakan, polisi mencari 140 orang yang diyakini memiliki hubungan dengan kelompok ISIS. Mereka telah mengklaim bertanggung jawab atas bom bunuh diri di gereja dan hotel pada Ahad (21/4).
Kedutaan AS di Sri Lanka juga mendesak warganya untuk menghindari tempat ibadah selama akhir pekan mendatang. Hal itu dilakukan setelah pihak berwenang melaporkan mungkin ada lebih banyak serangan yang menargetkan pusat-pusat keagamaan.
Saat ini, Sri Lanka tetap waspada setelah serangan bom bunuh diri terhadap tiga gereja, dan empat hotel yang juga melukai sekitar 500 orang.
Hampir 10 ribu tentara dikerahkan di seluruh negara bagian pulau Samudra Hindia itu. Mereka mengupayakan pencarian, dan memberikan keamanan bagi pusat-pusat keagamaan.
Kekhawatiran akan kekerasan pembalasan telah menyebabkan komunitas Muslim meninggalkan rumah mereka. Dalam penyelidikan polisi sejauh ini, mereka telah menahan setidaknya 76 orang, termasuk orang asing dari Suriah dan Mesir.
Sementara, ISIS tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya bahwa ia berada di balik serangan itu. Jika benar, itu akan menjadi salah satu serangan terburuk yang dilakukan oleh kelompok ISIS di luar Irak dan Suriah.
Kelompok ekstremis itu merilis sebuah video pada Selasa yang memperlihatkan delapan pria berdiri di bawah bendera hitam ISIS. Mereka menyatakan kesetiaan mereka kepada pemimpinnya, Abu Bakar Al-Baghdadi.