Senin 29 Apr 2019 12:36 WIB

Korban Bom Bali Tagih Janji Pemerintah Soal Bekas Sari Club

Korban bom Bali menagih janji Jokowi untuk pembangunan taman perdamaian.

Red: Nur Aini
Keluarga dan kerabat korban bom Bali berdoa saat peringatan 16 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Jumat (12/10).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Keluarga dan kerabat korban bom Bali berdoa saat peringatan 16 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Warga Australia yang anaknya jadi korban serangan Bom Bali mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menghentikan rencana pembangunan restoran di lokasi bekas Sari Club di kawasan Kuta. Dia telah menganggap lokasi tersebut sebagai tempat keramat.

 

Pria bernama Keith Pearce itu dalam suratnya kepada Jokowi menyatakan, "menodai" tempat di mana sejumlah nyawa melayang akibat serangan bom pada Oktober 2002 akan jadi penghinaan bagi keluarga para korban.

Baca Juga

Pearce, yang anaknya mengalami cedera di Sari Club saat itu, menulis surat karena mendengar bahwa Jokowi sebelumnya pernah menyatakan dukungan bagi pembangunan taman perdamaian di sana.

"Sebagai salah seorang dari yang menanggung penderitaan di antara 13 korban selamat, serta orangtua tujuh orang yang meninggal di sana, saya sangat terpukul dengan perkembangan ini. Saya menganggap lahan Sari Club sebagai tempat keramat dan percaya hanya taman perdamaian yang boleh ada di sana," katanya.

 

Kepada ABC, Pearce mengaku belum mendapat tanggapan apa-apa dari Presiden Jokowi.

Pemilik lahan eks Sari Club, Sukamto Tjia, yang dihubungi ABC menyatakan pihaknya akan tetap membangun restoran berlantai lima di lokasi tersebut. Dia menyatakan sudah menjadi haknya untuk melakukan pembangunan di lahan miliknya itu, meski sebelumnya pernah ada janji lisan bahwa lahan itu akan dijadikan taman perdamaian untuk menghormati 202 korban yang terbunuh dalam serangan bom.

Sukamto Tjia telah memiliki lahan di kawasan Kuta tersebut sejak 1997.

Dia menjelaskan selama ini dia selalu terbuka untuk menjual lahan tersebut kepada Bali Peace Park Association, sebuah LSM di Australia yang mewakili para penyintas Bom Bali 2002. Namun setelah bertahun-tahun, katanya, permbicaraannya tidak mengalami kemajuan, dan dia pun memutuskan untuk membangun lahannya itu.

"Kami telah melewati proses negosiasi," ujar I Dewa Ketut Djatinegara, mewakili Sukamto Tjia.

"Mereka bilang ingin membelinya. Kami minta berapa penawaran mereka, tapi mereka tak pernah menyampaikannya," katanya.

"Hingga hari ini belum ada jawaban dari mereka, sehingga kami pun harus memulai pembangunan. Kami tak ingin membiarkannya kosong," ujar Djatinegara.

Mulai disucikan

Beberapa tahun terakhir, lahan kosong tersebut telah digunakan sebagai area parkiran dan bahkan tempat pembuangan sampah. Pemilik kios makanan yang ada di lokasi itu telah diberitahu untuk segera mengosongkan lokasi dalam seminggu karena pembangunan restoran akan segera dimulai.

Upacara adat setempat juga telah dilakukan dengan maksud mengusir roh-roh jahat dari sana. Pekan lalu, sebuah papan proyek sudah terpasang dan lokasi itu akan kembali dibanguni tempat hiburan, meski tanpa bar atau nightclub.

Luas bangunan restoran itu nantinya mencapai 700 meter persegi dengan kapasitas 350 kursi.

Secara terpisah Bali Peace Park Association menyatakan pihak pemilik lahan telah menawarkan harga sekitar 5 juta dolar (Rp 50 miliar) untuk lantai 5 bangunan tersebut.

Rencana pembangunan itu memicu kemarahan pengurus dan mantan pengurus asosiasi, yang menilai Sari Club sebagai tempat keramat.

Mereka tetap bertekad untuk menentang rencana pembangunan itu sebelum proses konstruksi dimulai.

Seorang jurubicara Pemerintah RI menyatakan permasalahan itu merupakan urusan Pemda setempat di Bali. Pada Desember lalu, Pemda Kabupaten Badung telah menerbitkan IMB kepada pemilik lahan untuk segera dibanguni restoran.

Kepada ABC, Sukamto Tjia menunjukkan gambar rencana pembangunan tersebut sebagaimana yang telah disetujui Pemda Badung.

Harga gila-gilaan

Menurut Pearce, pihak Bali Peace Park Association sebelumnya ingin membeli lahan tersebut sesuai dengan harga pasar tanah di kawasan itu. Namun dia menuduh pemilik lahan itu menawarkan harga 'gila-gilaan' sehingga kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan.

Tadinya, kata dia, pemilik meminta harga 26 juta dolar (sekitar Rp 260 miliar) untuk lahan tersebut, lalu diturunkan menjadi 5 juta dolar hanya untuk lantai 5 saja.

"Tidak masuk akal, sebab nilai seluruh lokasi itu bahkan tidak mencapai setengahnya," ujar Pearce.

Dia menyebutkan valuasi dari pihak independen yang dimintakan oleh Bali Peace Park Association menyebutkan nilai tanah tersebut kurang dari setengah dari yang ditawarkan pemiliknya.

Sejauh ini diketahui bahwa Pemerintah Australia telah menawarkan bantuan dana 450 ribu dolar untuk membeli lahan. Dana itu sama dengan tawaran bantuan donatur lainnya termasuk dari pemerintah negara bagian di Australia.

Pearce juga telah membuat petisi online mendesak Perdana Menteri Scott Morrison melobi Presiden Jokowi untuk turun tangan.

PM Morrison pada pekan lalu menyatakan kekesalannya atas terbitnya IMB di lokasi tersebut. Dia menyatakan Konsulat Australia telah berusaha menangani permasalahan ini.

"Bagi 88 warga Australia dan keluarga mereka yang bagi mereka ini merupakan tempat keramat, saya terganggu, sangat-sangat terganggu dengan keputusan yang akan menjadikan lokasi itu sebagai kompleks hiburan," ujarnya dalam postingan di akun medsosnya.

"Adanya di negara lain. Mereka punya aturan sendiri. Mereka berdaulat. Mereka boleh membuat keputusan mereka sendiri. Namun kami akan tetap mengurus hal ini," katanya.

Pengacara yang mewakili Bali Peace Park Association kini menyatakan ingin bertemu dengan pemilik lahan Sukamto Tjia serta Gubernur Bali I Wayan Koster dalam waktu dekat untuk membicarakan permasalahan tersebut.

Simak berinya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-04-29/korban-bom-bali-tagih-jokowi-soal-lahan-eks-sari-club/11053884

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement