Rabu 11 Oct 2023 18:04 WIB

Wartawan Australia yang Ditahan di Cina Sudah Pulang

Cheng Lei dituduh membagikan rahasia negara ke negara lain.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Petugas polisi China menjaga salah satu pintu masuk Pengadilan Menengah Rakyat No.2 Beijing sebelum persidangan reporter bisnis China-Australia Cheng Lei pada hari Kamis, 31 Maret 2022, di Beijing. Pengadilan terhadap jurnalis China Australia Cheng Lei atas tuduhan spionase dimulai Kamis di Beijing, dengan para diplomat menolak izin untuk menghadiri persidangan.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Petugas polisi China menjaga salah satu pintu masuk Pengadilan Menengah Rakyat No.2 Beijing sebelum persidangan reporter bisnis China-Australia Cheng Lei pada hari Kamis, 31 Maret 2022, di Beijing. Pengadilan terhadap jurnalis China Australia Cheng Lei atas tuduhan spionase dimulai Kamis di Beijing, dengan para diplomat menolak izin untuk menghadiri persidangan.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan warga Australia, Cheng Lei yang ditahan di Cina atas tuduhan melanggar undang-undang keamanan nasional selama tiga tahun sudah pulang ke rumahnya di Australia. Cheng yang merupakan pembaca berita di stasiun televisi Cina ditahan pada Agustus 2022 lalu.

Ia dituduh membagikan rahasia negara ke negara lain. Sidang perempuan berusia 48 tahun yang digelar pada Maret 2022 itu dilakukan tertutup. Albanese mengatakan Cheng sudah tiba di Melbourne dan berkumpul kembali dengan dua anak dan keluarganya.

Baca Juga

"Pelukan erat, jerit tangis, menggendong nanak-anak saya di sinar matahari musim gugur, pepohonan bergoyang karena angin, sekarang saya bisa melihat seluruh langit, terima kasih Australia," tulis Cheng di media sosial, Selasa (10/10/2023).

Albanese mengatakan "sudah lama" pemerintah berusaha memulangkan dan mempertemukan kembali Cheng dengan anak-anaknya. Ia akan disambut dengan hangat tidak hanya oleh anak-anak dan keluarganya tapi seluruh Australia. Perdana menteri mengatakan pembebasan Cheng dilalui usai proses hukum di Cina.

Kementerian Keamanan Negara Cina yang pertama kali mengungkapkan detail dakwaan terhadap Cheng mengatakan ia sudah mengaku bersalah atas dakwaan mengirimkan rahasia negara dengan ilegal ke luar negeri saat bekerja di media miliki pemerintah. Ia kemudian dideportasi setelah menjalani hukuman dua tahun dan 11 bulan.

Tidak boleh ada diplomat Australia yang masuk ke dalam ruang sidangnya. Cheng tidak pernah memberikan komentar terbuka mengenai kasusnya.

Australia berulang kali mengungkapkan keprihatinan atas penahanannya yang dilakukan saat Cina menambah larangan ekspor Australia di tengah perselisihan diplomatik. Kini perselisihan itu sudah mulai mereda.

"Ia orang yang sangat kuat dan teguh," kata Albanese.

Ia menambahkan sudah berbicara dengan Cheng dan atas nama seluruh negeri menyambutnya pulang. Dalam surat kepada Australia yang dirilis pada Agustus lalu, Cheng menulis ia rindu anak-anaknya yang berusia 11 dan 14 tahun yang tinggal di Melbourne berrsama nenek mereka selama ia ditahan.

"Di sel saya, sinar matahari masuk lewat celah jendela tapi saya hanya bisa berdiri di dalamnya selama 10 jam per tahun," tulis Cheng dalam surat yang diberi judul "surat cinta untuk 25 juta jiwa."

Albanese yang mulai berkuasa tahun lalu ingin memperbaiki hubungan dengan mitra dagang terbesar Australia. Ia mengatakan akan berkunjung ke Cina pada tahun ini. Masyarakat mendesak Albanese untuk mengamankan pembebasan Cheng selama melakukan kunjungan resmi ke Cina.

Sebelumnya Albanese mengatakan ia sudah membahas kasus Cheng dengan Presiden Cina Xi Jinping. Pengamat mengatakan pembebasan Cheng merupakan terobosan tapi perbedaan antara Australia dan Cina masih ada.

"Ini merupakan salah satu tanda paling konkrit Australia tidak lagi dihukum oleh Cina atas pernyataan dan kebijakan yang ditunjukan pada Cina," kata pengamat dari lembaga think tank Lowy Institute.

"Jadi ini tampaknya menunjukkan progres nyata, tapi tidak berarti ada perubahan struktural pada tantangan yang dimiliki saat ini," tambahnya. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement