REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pihak berwenang Sri Lanka melarang penggunaan penutup wajah. Keputusan ini berada di bawah undang-undang darurat yang diberlakukan setelah serangkaian serangan bom pada Paskah pada 21 April lalu.
Alasannya langkah ini akan membantu petugas keamanan dan jaringan mereka di seluruh kepulauan di Samudera India untuk mengidentifikasi warga. Sebab sampai kini mereka masih melakukan pemburuan pelaku serangan tersebut.
Tapi ada kekhawatiran dari masyarakat Muslim Sri Lanka larangan berkepanjangan dapat menjadi bahan bakar untuk perpecahan antaragama di negara itu. Hal ini akan sangat disesalkan terutama karena Sri Lanka berhasil menyelesaikan perang saudara melawan pemberontak Tamil satu dekade lalu.
Pemerintah sudah diperingatkan tentang milisi yang berada dibalik serangan bom bunuh diri di sejumlah hotel dan gereja yang membunuh 250 orang lebih itu. Penyelidikan menemukan serangan tersebut direncanakan, menggunakan mobil van dan pelaku serangan menyamar dengan menggunakan seragam militer.
"Perintah presiden untuk melarang semua busana yang menutupi wajah ini segera berlaku," kata juru bicara Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena, Dharmasri Bandara Ekanayake, Senin (29/4).
Secara terpisah Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe yang bermusuhan dengan Sirisena mempermasalahkan larangan itu. Ia mengatakan ia sudah bertanya kepada menteri kehakiman tentang rancangan peraturan yang melarang cadar tersebut.
Organisasi ulama tertinggi Sri Lanka, The All Ceylon Jamiyyathul Ulama (ACJU) mengatakan mereka mendukung larangan sementara. Tapi mereka menentang segala bentuk peraturan yang mengatur cadar.
"Kami sudah memberitahu perempuan Muslim untuk tidak menutup wajah dalam situasi darurat ini," kata Asisten Manager ACJU Farhan Faris.
Para ulama Sri Lanka meminta pemerintah mencabut rencana yang melarang cadar dan niqab. "Jika Anda membuat undang-undang, orang-orang akan menjadi emosional dan hal ini akan membawa dampak buruk, itu hak keagamaan mereka," kata Faris.
Sekitar 9,7 juta dari 22 juta jiwa populasi Sri Lanka adalah Muslim. Hanya sebagian kecil dari perempuan Muslim Sri Lanka yang sepenuhnya menutup wajah mereka. Itu pun hanya berada di wilayah-wilayah Muslim. Organisasi Kemanusiaan Human Rights Watch mengecam larangan tersebut.
"Larangan yang tidak perlukan itu artinya melarang perempuan Muslim yang mempraktikkan ajaran menutup wajah mereka tidak dapat keluar rumah," kata Direktur Eksekutif Human Watch Rights Kenneth Roth di media sosial Twitter.
Di Kattankudy, wilayah mayoritas Muslim yang menjadi kampung halaman ketua milisi pelaku serangan hari Paskah Mohammed Hashim Mohammed Zahran hanya ada sedikit perempuan di jalan. Tidak satu pun dari mereka yang menutupi wajah dengan cadar.
Dua perempuan yang berada di jalan menolak untuk diwawancara. Warga setempat mengatakan persentase perempuan yang mengenakan cadar di kota itu sangat kecil.