REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO – Sri Lanka memberlakukan jam malam malam nasional Senin, (13/5) setelah kerusuhan anti-Muslim menyebar ke tiga distrik di utara Ibu Kota, Kolombo. Kerusuhan ini terjadi dalam serangan balasan baru yang keras terhadap bom bunuh diri dalam acara Paskah 21 April lalu.
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan jam malam itu dinyatakan untuk mencegah kelompok-kelompok tak dikenal mengacaukan negara dengan mengatur kekerasan komunal.
"Di beberapa tempat di provinsi barat laut, kelompok-kelompok ini menciptakan masalah, merusak properti," kata Wickremesinghe dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu, dilansir dari AFP, Senin (13/5).
"Polisi dan pasukan keamanan telah mengatasi situasi ini, tetapi kelompok-kelompok (yang tidak dikenal) ini masih berusaha menciptakan masalah," tambahnya.
Wickremesinghe mengatakan kerusuhan itu akan menghambat penyelidikan atas serangan 21 April yang menargetkan tiga gereja Kristen dan tiga hotel mewah, menewaskan 258 orang, dan melukai hampir 500 orang.
Penduduk di provinsi barat laut negara pulau ini diperintahkan untuk tetap tinggal dalam rumah setelah gerombolan pimpinan Kristen membakar puluhan toko, kendaraan, dan masjid milik Muslim pada hari Ahad dan Senin.
Serangan itu terjadi selama bulan suci puasa Ramadhan. Kemudian jam malam diperpanjang untuk mencakup seluruh negara yang berjumlah 21 juta orang ini.
Polisi mengatakan jam malam akan dicabut pada pukul 6:00 pagi pada hari Selasa di daerah-daerah yang dilanda kekerasan, sementara di bagian lain negara itu akan dilonggarkan dua jam sebelumnya pada jam 4:00 pagi (2130 GMT).
Polisi mengatakan ada insiden sporadis massa gerombolan melempari batu dan membakar toko, sepeda motor, dan mobil milik umat Islam. Di kota Hettipola, setidaknya tiga toko dibakar.
Di kota Minuwangoda, di utara Kolombo, sebuah hotel milik Muslim dan sebuah masjid diserang gerombolan pelempar batu yang dipersenjatai dengan tongkat.
"Beberapa toko telah diserang. Ketika massa mencoba menyerang masjid, kami menembak di udara dan menggunakan gas air mata untuk membubarkan mereka," kata seorang perwira polisi senior kepada AFP. "Ada elemen politik yang kuat untuk kerusuhan hari ini. Ada orang yang mencoba membuat modal politik keluar dari situasi ini," sebutnya.