Jumat 21 Jun 2019 09:44 WIB

Demonstran Rusuh di Depan Parlemen Georgia

Demonstran rusuh menolak kunjungan legislator Rusia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran berlarian saat polisi menembakkan gas air mata di depan Parlemen Georgia di Tbilisi, Georgia, Jumat (21/6).
Foto: AP Photo/Zurab Tsertsvadze
Demonstran berlarian saat polisi menembakkan gas air mata di depan Parlemen Georgia di Tbilisi, Georgia, Jumat (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, TBILISI -- Polisi antihuru-hara menembakkan peluru karet dan gas air mata serta melepaskan meriam air, Jumat (21/6) pagi waktu setempat untuk mengusir ribuan pengunjuk rasa dari gedung parlemen Georgia. Ketika menjelang subuh, polisi memegang kendali penuh atas pusat kota setelah malamnya terjadi bentrokan yang melukai sejumlah orang.

Kerusuhan dimulai ketika ribuan demonstran meminta pemerintah mengundurkan diri. Para demonstran mencoba menyerbu parlemen.

Baca Juga

Penasihat Perdana Menteri Georgia, David Sergeenko mengatakan, hampir 70 orang yang terdiri dari 39 polisi dan 30 warga sipil dirawat di rumah sakit karena cedera pada malam bentrokan. Namun, stasiun televisi Rustavi-2 melaporkan 100 demonstran yang terluka berada di satu rumah sakit.

Setelah demonstran diusir dari parlemen, polisi berusaha mengusir mereka di sepanjang jalan utama Tbilisi. Namun, para demonstran menolak selama berjam-jam. Oleh karenanya, polisi meluncurkan rentetan gas air mata.

Banyak demonstran mencoba menangkis gas air mata dengan masker atau menutup mulut mereka dengan pakaian. Beberapa perisai demonstran telah diambil dari polisi.

Pada pukul 05.00, para pengunjuk rasa tersebar, dan barisan polisi yang disertai kendaraan lapis baja menyusuri jalan. Keresahan dan bentrokan itu dipicu oleh kemunculan legislator Rusia, Sergei Gavrilov, Kamis di gedung Parlemen sebagai bagian dari majelis legislator dari negara-negara Kristen Ortodoks. Gavrilov telah mendukung seruan untuk kemerdekaan bagi daerah Abkhazia dan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia.

Georgia kehilangan kendali dalam perang 2008 dengan Rusia. Gavrilov juga seorang pendukung Presiden Rusia Vladimir Putin, seorang tokoh yang dibenci banyak orang Georgia.

Georgia dan Rusia memutuskan hubungan diplomatik setelah perang dan meskipun langkah-langkah telah diambil untuk memulihkan hubungan normal, permusuhan terhadap Rusia kuat dan banyak orang Georgia membenci segala jenis kunjungan resmi oleh Rusia.

Menurut kantor berita negara Rusia TASS, anggota parlemen Rusia Sergey Gavrilov membuka sesi majelis di gedung parlemen Georgia. Dia membuat geram wakil-wakil oposisi Georgia dengan duduk di kursi ketua parlemen. 

Menurut Reuters, anggota parlemen itu juga berbicara kepada para delegasi dalam bahasa Rusia, bukan bahasa lokal. Kunjungan delegasi Rusia dari majelis Ortodoks telah menimbulkan keluhan bagi rakyat. Kemarahan berubah menjadi protes jalanan setelah Gavrilov duduk di kursi ketua parlemen Georgia selama sesi majelis.

"Kami meminta pemerintah tidak mengizinkan orang ini datang ke sini, tetapi mereka mengizinkan," ujar tokoh partai oposisi Eropa Georgia, Gugi Ugalava.

Menurutnya, anggota parlemen itu tidak hanya diizinkan untuk melintasi perbatasan Georgia, tetapi duduk di kursi presiden Parlemen. "Jadi, ini adalah penghinaan terbesar bangsa dan itulah sebabnya kerumunan besar ini datang meskipun ada peluru dan gas air mata ini ada di sini dan demonstran masih berjuang," kata Ugulava.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement