Sabtu 29 Jun 2019 17:00 WIB

Bertemu Pangeran Saudi, May Minta Kasus Khasoggi Transparan

May juga membicarakan soal biaya kemanusiaan dari konflik di Yaman.

Rep: Fergi nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Perdana Menteri Inggris Theresa May keluar dari 10 Downing Street di London, 22 Mei 2019.
Foto: AP Photo/Kirsty Wigglesworth
Perdana Menteri Inggris Theresa May keluar dari 10 Downing Street di London, 22 Mei 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, OSAKA - Pada sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, Jumat - Sabtu (28-29/6), Perdana Menteri Inggris Theresa May melakukan pembicaraan tatap muka dengan Putra Mahkota Pangeran Arab Saudi Mohamed Bin Salman (MBS). May menungkapkan kekhawatiran tentang pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi dengan MBS.

Selain itu, May juga membicarakan soal biaya kemanusiaan dari konflik di Yaman selama pertemuan tatap muka itu. Perdana Menteri (PM) May mengadakan pertemuan bilateral terkahirnya sejak Mei lalu dengan MBS sebelum dia turun pada bulan Juli mendatang.

 

Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan, May telah menyerukan proses hukum yang terbuka dan transparan dalam kasus jurnalis Saudi yang dibunuh keji di Istanbul, Turki. "Mengenai pertanggungjawaban atas pembunuhan Jamal Khashoggi, PM mengatakan proses hukum perlu terbuka dan transparan," kata pejabat senior itu dengan syarat anonim dikutip Guardian, Sabtu (29/6).

 

Khashoggi dibunuh secara brutal di konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober tahun lalu. Saudi telah mengklaim serangan itu adalah operasi jahat yang telah menempatkan beberapa orang diadili di Saudi meski pengadilannya tertutup. 

 

Sebuah laporan oleh pelapor khusus PBB baru-baru ini merekam bahwa Khashoggi telah menjadi korban dari eksekusi yang disengaja dan direncanakan. Pembunuhan itu berada di luar hukum yang menjadi tanggung jawab negara Arab Saudi.

 

May juga menggarisbawahi pentingnya hubungan antara Inggris dan Arab Saudi

Baca Juga

Ia mengatakan, kedua pemimpin juga telah menyetujui pentingnya hubungan kerja sama dan stabilitas regional.

 

Selain itu, mengenai konflik di Yaman, pejabat itu mengatakan, bahwa May sekali lagi mengulangi perlunya terus berupaya menemukan solusi politik untuk mengakhiri konflik, yang menyebabkan penderitaan kemanusiaan yang signifikan.

Seperti diberitakan sebelumnya, ekspor senjata Inggris ke Arab Saudi dinyatakan ilegal oleh pengadilan banding awal bulan ini. Hal itu disebabkan karena kegagalan pemerintah untuk menilai potensi dampak kemanusiaan dari penggunaan senjata di Yaman.

PBB mencatat konflik di Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. PBB pun memperkirakan pada Februari bahwa 17.700 warga sipil telah tewas, dan 3,3 juta orang mengungsi.

Sikap May ketika dia bertemu MBS tidak tampak dingin, seperti ketika dia bertemu Presidem Rusia Vladimir Putin. May juga mengatakan kepada presiden Rusia bahwa dia akan terus mempertahankan nilai-nilai liberal, setelah dia memberikan wawancara kepada Financial Times di mana dia mengklaim liberalisme adalah ketinggalan zaman.

 

Advertisement
Berita Lainnya