REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) sedang berupaya membentuk koalisi militer untuk melindungi pengiriman komersial di lepas pantai Iran dan Yaman. Hal itu menyusul terjadinya serangan terhadap sejumlah kapal tanker beberapa waktu lalu.
“Kami sekarang terlibat dengan sejumlah negara untuk melihat apakah kami dapat mengumpulkan koalisi yang akan memastikan kebebasan navigasi, baik di Selat Hormuz dan Bab al-Mandab,” ujar Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Joseph Dunford pada Selasa (9/7).
Menurut Dunford, Pentagon telah mengembangkan rencana spesifik. “Jadi saya pikir mungkin selama beberapa pekan ke depan kami akan mengidentifikasi negara mana yang memiliki kemauan politik untuk mendukung inisiatif itu dan kemudian kami akan bekerja secara langsung dengan militer untuk mengidentifikasi kemampuan khusus yang akan mendukungnya,” ucapnya.
Ketegangan di Selat Hormuz mulai tumbuh ketika empat kapal tanker diserang di dekat pelabuhan Fujairah pada 12 Mei lalu. Dua kapal di antaranya teridentifikasi bernama Amjad dan Al Marzoqah asal Arab Saudi. Sementara dua kapal lainnya adalah Andrea Victory milik perusahaan Norwegia Thome Ship Management dan A Michel yang berbendera Uni Emirat Arab (UEA).
Pada Juni lalu, kapal tanker Jepang dan Norwegia kembali menjadi target penyerangan di Teluk Oman. Kapal tersebut diketahui bernama Kokuka Courageous dan Front Altair.
Kapal Kokuka Courageous sempat terbakar akibat ledakan. Namun, seluruh awaknya selamat dan tak mengalami luka serius. AS menuding Iran terlibat dalam serangkaian serangan terhadap kapal-kapal tersebut.
Iran telah dengan tegas membantah tuduhan itu. Hingga kini belum diketahui siapa aktor yang mendalangi serangan-serangan terhadap kapal tanker tersebut.