Sabtu 13 Jul 2019 22:08 WIB

Peringatan Polisi Inggris kepada Media Massa Picu Amarah

Petinggi kontra-terorisme Inggris media untuk tidak membocorkan dokumen pemerintah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Perkawinan Pangeran Harry dan Meghan Markle menjadi berita utama media di Inggris.
Foto: AP
[ilustrasi] Perkawinan Pangeran Harry dan Meghan Markle menjadi berita utama media di Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Politikus senior Inggris termasuk dua kandidat yang bersaing menjadi perdana menteri baru bergabung dengan jurnalis mengkritik polisi. Petinggi kontra-terorisme Inggris, Neil Bas memperingatkan media untuk tidak membocorkan dokumen pemerintah.

Pada pekan lalu surat kabar Sunday mempublikasikan memo kedutaan besar Inggris di Amerika Serikat (AS) yang bocor. Publikasi itu memicu ketegangan diplomatik dengan Presiden AS Donald Trump dan membuat duta besar Inggris untuk AS mengundurkan diri.

Pernyataan Bas memicu amarah dan kritikan dari jurnalis, editor dan politikus. Mereka mengatakan, peringatan itu menyalahi kebebasan pers.

"Negara yang mengancam kebebasan media adalah jalan yang berbahaya untuk ditempuh," kata Menteri Kesehatan Matt Hancock dalam cicitannya di Twitter, Sabtu (13/7).

Pada Jumat (12/7), Bas mengatakan, polisi akan menyelidiki siapa yang bertanggungjawab atas bocornya memo tersebut. Ia juga memperingatkan wartawan dan penerbit mereka dapat melanggar hukum jika terus menerbitkan dokumen yang bocor.

"Saya akan menasihati para pemilik, editor, dan penerbit media dan media sosial untuk tidak menerbitkan dokumen pemerintah yang mungkin sudah mereka miliki atau sudah ditawarkan ke mereka dan mengembalikannya ke polisi atau mengembalikannya ke pemiliknya, Pemerintahan Ratu Yang Mulia," kata Bas.

Editor London Evening Standard dan mantan menteri keuangan George Osborne mengatakan, pernyaaan Bas tersebut 'sangat bodoh dan salah'. Menurut Osborne, Bas hanya seorang pejabat junior yang tidak mengerti banyak tentang kebebasan pers.

"Saya tidak bisa memikirkan contoh yang lebih buruk lagi dalam pendekatan tangan besi polisi yang mencoba untuk membatasi peran media dalam membela penguasa dan mereka yang berkuasa," kata Direktur Eksekutif Society of Editors Ian Murray.

 

"Sejujurnya ini adalah jenis pendekatan yang kami prediksi dari rezim totaliter di mana media tidak lebih dari sekadar perpanjangan tangan pemerintah," tambahnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement