REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Arab Saudi akhirnya angkat suara tentang surat yang diserahkan kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB pekan lalu. Dalam surat itu, Saudi, bersama 36 negara lain, diketahui menyatakan dukungan atas kebijakan yang diambil Pemerintah Cina di Provinsi Xinjiang.
Duta Besar Saudi untuk PBB Abdallah Al-Mouallimi mengungkapkan bahwa surat itu berbicara tentang pekerjaan pembangunan di Cina. “Hanya itu yang dibicarakan, surat tersebut tak membahas lain,” katanya kepada awak media di New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (18/7).
Al-Mouallimi tak secara tegas menyatakan apakah surat tersebut turut menyinggung tentang Xinjiang. “Apa yang kami katakan dalam surat itu adalah bahwa kami mendukung kebijakan pembangunan Cina yang telah mengangkat orang keluar dari kemiskinan,” ujarnya.
Sebanyak 37 duta besar untuk PBB diketahui telah menandatangani sebuah surat dan dikirim ke Dewan HAM PBB yang bermarkas di Jenewa, Swiss. Dalam surat itu mereka menyatakan mendukung kebijakan Pemerintah Cina di Provinsi Xinjiang.
“Menghadapi tantangan besar terorisme dan ekstremisme, Cina telah melakukan serangkaian tindakan anti-terorisme dan deradikalisasi di Xinjiang, termasuk mendirikan pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan,” demikian salah satu penggalan kalimat dalam surat tersebut.
Dalam surat itu pun dikatakan bahwa keamanan telah kembali ke Xinjiang. HAM orang-orang dari semua kelompok etnis di sana pun telah dilindungi. Surat tersebut turut menjelaskan bahwa tidak ada serangan teror yang terjadi di Xinjiang selama tiga tahun terakhir. Masyarakat di sana menikmati kebahagiaan dan keamanan yang lebih kuat.
Selain Saudi, surat itu turut ditandatangani oleh Rusia, Korea Utara (Korut), Venezuela, Kuba, Belarus, Myanmar, Filipina, Suriah, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan sejumlah negara Afrika.
Pemerintah Cina telah menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Beijing disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden Cina Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.
Pemerintah Cina telah membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus kemiskinan di Xinjiang. Beijing pun mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan vokasi tersebut.