REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sejumlah peserta pendidikan dan pelatihan di kamp vokasi di Daerah Otonomi Xinjiang, China, dipulangkan ke rumah masing-masing setelah dinyatakan lulus.
"Beberapa dari mereka bahkan telah mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang diperoleh dari pusat pelatihan itu, sedangkan sebagian yang lainnya berencana membuka usaha sendiri," kata Wakil Kepala Pemerintahan Daerah Otonomi Xinjiang, Arken Tuniaz, sebagaimana dikutip dari laman resmi pemerintah daerah setempat, Kamis (1/8).
China mengklaim para lulusan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan di daerah setingkat provinsi di wilayah paling barat daratan China itu.
"Mereka juga bisa membantu yang lain untuk mendapatkan pekerjaan dan berusaha mendapatkan kehidupan yang layak," kata Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir kepada media. Menurut kepala daerah beretnis Muslim Uighur itu, dengan banyaknya peserta didik yang menyelesaikan pendidikan dan pelatihan, maka fasilitas pengajaran dapat dimanfaatkan untuk memberikan kursus singkat keterampilan bertani bagi penduduk lokal.
Kamp vokasi tersebut mendapatkan sorotan dari dunia Barat karena ditengarai melanggar hak-hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas Uighur. Namun, China membantah karena kamp tersebut bertujuan mendidik warganya agar bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa nasional dan memahami undang-undang negara setempat serta menguasai keterampilan sehingga bisa mengangkat taraf hidup yang lebih layak.
Pemerintah Daerah Xinjiang telah mengundang sejumlah diplomat dan pejabat HAM internasional untuk melihat secara langsung kehidupan di dalam kamp yang selama ini diberitakan miring oleh sejumlah media Barat.
"Beberapa di antara mereka mengatakan bahwa pusat pelatihan ini sangat efektif untuk membasmi ekstremisme agama," kata Shohrat menambahkan. Beberapa kamp yang dibangun di Xinjiang memiliki berbagai sarana pendidikan dan pelatihan serta fasilitas pendukung yang memadai.
Sementara itu di Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mengatakan situasi di Xinjiang sudah berbeda dengan apa yang digambarkan oleh media-media Barat.
"Tapi saya tidak tahu berapa jumlah peserta didik yang sudah lulus," kata dia.